Bagaimana AS kalah cepat dari Korsel dalam merespons Covid-19?
Korea Selatan disebut sebagai negara yang tanggap dalam mengatasi pandemi coronavirus jenis baru. Dalam sebuah laporan khusus, Reuters menggambarkan bagaimana respons cepat Negeri Ginseng menghambat penyebaran virus di negara itu.
Dalam wawancara dengan BBC pada Minggu (15/3), Menteri Luar Negeri Korea Selatan Kang Kyung-wha menyebut bahwa kunci sukses dari respons negaranya terhadap Covid-19 adalah deteksi dini.
"Deteksi dini melalui uji kesehatan meminimalkan penyebaran lebih lanjut," ungkap dia. "Saya pikir itulah kunci di balik fatalitas kami yang sangat rendah. Pemerintah dengan cepat menyetujui sistem uji kesehatan setelah China merilis pengurutan DNA dari coronavirus jenis baru pada pertengahan Januari."
Pada 27 Januari, pejabat kesehatan Korea Selatan memanggil perwakilan dari lebih dari 20 perusahaan medis untuk mengadakan rapat darurat di Ibu Kota Seoul. Salah satu pejabat kesehatan senior menyampaikan pesan penting: Korea Selatan perlu segera mengembangkan tes kesehatan efektif untuk mendeteksi infeksi coronavirus jenis baru, yang saat itu sedang merebak dengan cepat di China.
Lee Sang-won, ahli penyakit menular di Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit Korea Selatan (KCDC), adalah salah satu peserta rapat tersebut. Dia mengatakan, meskipun pada saat itu Negeri Ginseng baru mendeteksi empat kasus penularan, pejabat kesehatan sangat khawatir dan menilai bahwa virus itu dapat berkembang menjadi pandemi.
"Kami bertindak layaknya tentara," kata dia.
Seminggu setelah pertemuan pada 27 Januari, KCDC menyetujui uji diagnostik yang diajukan salah satu perusahaan medis. Pada akhir Februari, screening kesehatan dengan sistem drive-thru Korea Selatan yang mampu menguji ribuan orang per harinya menjadi sorotan dunia.
Banyak yang menilai bahwa respons cepat Korea Selatan sangat kontras dengan apa yang terjadi di Amerika Serikat. Tujuh minggu setelah pertemuan darurat pada akhir Januari, Korea Selatan telah menguji lebih dari 290.000 orang dan mengidentifikasi lebih dari 8.000 kasus penularan.
Sejauh ini, Korea Selatan mencatat 8.565 kasus positif Covid-19 dengan 91 kematian.
Sementara itu, AS, yang kasus infeksi pertamanya terdeteksi pada hari yang sama dengan Korea Selatan, dinilai masih sangat ketinggalan dalam hal pengujian coronavirus jenis baru. Seorang pejabat federal pada Selasa (17/3) mengatakan bahwa hingga kini pemerintah baru menjalankan 60.000 tes di negara berpopulasi 330 juta itu.
Akibatnya, para pejabat AS tidak sepenuhnya memahami berapa banyak warganya yang terinfeksi dan belum dapat mendeteksi konsentrasi transmisi virus. Dua hal tersebut disebut penting untuk upaya pencegahan penyakit menular.
James Lawler, pakar penyakit menular di University of Nebraska Medical Center, menuturkan bahwa AS telah mengonfirmasi lebih dari 9.000 kasus infeksi sejauh ini. Dia memproyeksikan bahwa dalam beberapa bulan mendatang, sebanyak 96 juta orang dapat terinfeksi dan fatalitas bisa mencapai hingga 480.000.
Menurut sejumlah pakar penyakit menular, dokter, dan pejabat kesehatan, AS tertinggal jauh di belakang Korea Selatan karena perbedaan sistem kesehatan kedua negara. Birokrasi yang ramping versus birokrasi yang rumit dan sistem yang didorong urgensi versus kepatuhan terhadap protokol.
Banyak ahli medis memperkirakan bahwa tes kesehatan yang kacau di Negeri Paman akan menelan banyak nyawa, termasuk para dokter dan perawat. Hingga kini fatalitas di negara itu melebihi 150.
Kekhawatiran akan penyebaran massal telah memicu pembatasan ketat pada interaksi sosial, menekan ekonomi nasional, dan mengganggu kehidupan sehari-hari di AS.
Ahli kesehatan di University of Pittsburgh School of Medicine, Ritu Thamman mengkritik sistem kesehatan AS, dia mengatakan bahwa bahkan staf rumah sakit yang berpotensi terpapar coronavirus jenis baru tidak dapat menjalani tes kesehatan.
"Kita adalah negara kaya, tetapi kenapa kita tidak dapat melakukan hal-hal seperti itu?," ujar dia.
Sejumlah eks pejabat kesehatan AS menilai bahwa pemerintahan Donald Trump telah salah langkah sejak awal, alih-alih meminta sektor swasta sejak dini untuk mengembangkan tes seperti yang dilakukan Seoul, Washington bergantung pada kit uji kesehatan yang dimiliki Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit AS (CDC).
Selain itu, prosedur pembahasan terkait tes kesehatan di AS dinilai memakan waktu terlalu lama. Pasalnya, Food and Drugs Association (FDA) membutuhkan waktu lebih dari lima pekan setelah wabah terdeteksi di AS untuk menyetujui kit uji kesehatan selain milik CDC.
Saat belum ada kit uji kesehatan yang memadai, CDC hanya bersedia menguji orang-orang yang memiliki riwayat perjalanan ke China atau ke negara yang terdampak parah lainnya. Para dokter dan pakar kesehatan menyebut, akibatnya, pemerintah melewatkan peluang awal untuk melakukan screening kesehatan yang efektif dan gagal mencegah penyebaran coronavirus jenis baru.
"Selalu ada peluang untuk belajar dari situasi seperti ini," tutur Komisaris FDA Stephen Hahn. "Tetapi satu hal yang ingin saya tegaskan, kita tidak bisa berkompromi pada kualitas tes kesehatan. Karena yang lebih buruk dari tidak ada tes sama sekali adalah hasil uji kesehatan yang tidak akurat."
Dibombardir oleh kritik, Trump pada Jumat (13/3) berjanji untuk meningkatkan produksi kit uji kesehatan dalam kemitraan dengan sejumlah perusahaan swasta. Hal ini dilakukan untuk membuat tes diagnostik coronavirus jenis baru lebih banyak tersedia di rumah sakit. Dia menambahkan, pemerintah juga telah mengembangkan metode uji drive-thru.
Pekan ini, FDA mengumumkan bahwa lebih dari 35 universitas, rumah sakit, dan laboratorium lokal mulai mengembangkan tes mereka sendiri. Namun, mungkin akan membutuhkan beberapa minggu sebelum tes mereka disetujui FDA.
"Gagasan bahwa siapa pun dapat diuji dengan mudah seperti yang dilakukan negara-negara lain, AS tidak siap untuk melakukan itu," kata Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases (NIAID) Anthony Fauci dalam pertemuan dengan DPR pekan lalu. "Itu adalah sebuah kegagalan, kita harus mengakuinya."
'Pemerintah bertindak cepat'
Dalam pertemuan pada 27 Januari di Seoul, para pejabat kesahatan mengatakan kepada sejumlah perusahaan medis bahwa mereka mendapat izin untuk "lepas landas".
"Perusahaan diberitahu bahwa otoritas kesehatan akan menggunakan 'otorisasi darurat' sehingga mereka didorong untuk cepat mengembangkan kit uji kesehatan," ungkap Lee Hyukmin, kepala satuan tugas Covid-19 di Korean Society of Laboratory Medicine, yang juga menghadiri pertemuan tersebut.
Salah satu perusahaan medis yang ikut serta adalah Kogene Biotech. Kit milik mereka disetujui pemerintah pada 4 Februari.
"Pemerintah bertindak cepat. KCDC mengungkapkan informasi tentang metode pengujian sehingga perusahaan medis dapat mempercepat pembuatan kit uji kesehatan," kata Direktur Eksekutif Kogene Biotech Myoah Baek.
Lee Hyukmin mengatakan, pemerintah bertindak cepat tetapi tidak sembrono.
"Tentu saja kit yang disetujui dalam waktu satu minggu tidak sebagus kit yang telah melewati masa uji klinis selama satu tahun," kata dia.
Dia menyebut bahwa pada awalnya, pemerintah Korea Selatan akan melakukan cross check dengan memeriksa ulang orang-orang yang telah melewati tes kesehatan untuk memastikan kit bekerja dengan baik.
Menurut laporan Wall Street Journal, Negeri Ginseng memiliki kemampuan untuk menguji hingga 20.000 orang setiap harinya di 633 lokasi pengujian yang tersebar di seluruh negeri, termasuk klinik drive-thru, dan fasilitas pop-up yang tersedia di sejumlah bangunan perkantoran.
Banyak yang menilai bahwa respons cepat Korea Selatan terhadap Covid-19 lahir dari bekas luka di masa lalu.
Setelah MERS mewabah pada 2015, para kritikus mengecam Presiden Park Geun-hye dan pemerintahannya atas respons yang lambat dan kurangnya transparansi. Korea Selatan mencatat 186 kasus infeksi MERS dan 38 kematian.
"Kami tidak akan pernah bisa melupakan kejadian itu. Kami sangat terluka dan merasa sangat menyesal," kata Lee Sang-won dari KCDC.
Upaya AS tersendat
Pada 31 Januari, Kementerian Kesehatan AS (HHS) menyatakan coronavirus jenis baru sebagai darurat kesehatan masyarakat.
HHS mengawasi operasi terpisah yang dilakukan FDA dan CDC, dua lembaga utama yang terlibat dalam penanganan pandemi coronavirus jenis baru di dalam negeri. CDC bertanggung jawab mengembangkan perangkat tes awal untuk mendeteksi virus. Kemudian FDA perlu menyetujui perangkat itu sebelum dikirim ke laboratorium atau rumah sakit di seluruh negeri.
Pada 3 Februari, FDA mengadakan pertemuan di kantor pusatnya di Silver Spring, Maryland. Pembuat kebijakan, peneliti, dan perwakilan industri medis berkumpul untuk membahas proses menyetujui tes diagnostik dalam keadaan darurat.
Walaupun Covid-19 pada saat itu telah menjadi topik terpanas dalam kesehatan global, pertemuan itu dilaporkan tidak menyampaikan urgensi tentang virus yang sedang merebak tersebut.
Dalam pernyataannya, Timothy Stenzel, pejabat yang mengawasi tinjauan tes diagnostik di FDA, mengakui bahwa coronavirus jenis baru tidak menjadi topik khusus dalam agenda pembahasaan pertemuan itu.
Hari berikutnya, 4 Februari, FDA menyetujui kit uji kesehatan milik CDC untuk mendeteksi coronavirus jenis baru. Selang beberapa hari setelah itu, sejumlah laboratorium publik mengeluh bahwa kit milik CDC tidak berfungsi dengan baik karena memiliki komponen yang cacat.
HHS menyatakan telah menugaskan tim ilmuwan untuk memeriksa apa yang salah dengan kit milik CDC. Hingga kini, mereka belum dapat mengindentifikasi penyebab kecacatan.
CDC mengirim ulang kit uji kesehatan baru pada akhir Februari. Para ahli kesehatan menyebut bahwa akibat penundaan tersebut, pemerintah melewatkan kesempatan penting untuk melakukan pencegahan penyebaran.
Profesor kedokteran di Vanderbilt University School of Medicine, William Schaffner, menilai bahwa CDC dan FDA mengandalkan pedoman kesehatan yang terlalu konvensional.
"Pemikiran yang konvensional adalah, 'Jangan membuat kepanikan meluas dan hindari pengujian kesehatan massal'. Pemikiran itu gagal dalam hal ini. Virus ini telah membuat sistem kesehatan AS kewalahan," jelas Schaffner. "Korea Selatan jauh lebih mengerti apa yang sedang terjadi."
Ketika upaya AS tersendat, di sisi lain, para pejabat kesehatan Korea Selatan menyetujui kit uji kesehatan dari perusahaan kedua, Seegene, pada 12 Februari. Pekan lalu, secara total KCDC telah menyetujui kit uji kesehatan dari lima perusahaan medis.
Memiliki tambahan kit uji kesehatan, otoritas Korea Selatan dipersenjatai dengan baik untuk memerangi coronavirus jenis baru yang bergerak cepat. Pejabat kesehatan secara agresif mulai melacak orang-orang yang mungkin telah terpapar virus tersebut.
Pengembangan kit yang cepat membantu Korea Selatan mengurangi jumlah kasus baru dalam beberapa minggu, menjadi teladan bagi negara-negara lain yang juga berjuang melawan pandemi coronavirus jenis baru.
Pada pertengahan Februari, terdeteksi klaster penularan massal di sebuah gereja di Kota Daegu. Pada 26 Februari, pejabat setempat mengatakan akan menguji setiap jemaat gereja, termasuk mereka yang tidak menunjukkan gejala.
Per 10 Maret, Daegu mengatakan telah menguji hampir semua 10.000 jemaat gereja di daerah itu dan sekitar 40% di antaranya dipastikan positif coronavirus jenis baru.
Kini kasus infeksi baru di kota itu telah turun secara drastis. Pada Rabu (18/3), pejabat setempat melaporkan 46 kasus baru dari Daegu, turun jauh dari 741 kasus baru yang dicatat pada 29 Februari.
Tindakan putus asa
Pada 24 Februari, sejumlah laboratorium lokal di AS meminta FDA untuk melonggarkan peraturannya sehingga sistem kesehatan nasional tidak harus terlalu tergantung pada kit uji kesehatan milik CDC. Dalam sebuah surat terbuka, mereka memohon kepada Hahn agar laboratorium dapat menggunakan kit yang mereka kembangkan sendiri.
"Sekarang sudah berminggu-minggu sejak AS masuk dalam masa tanggapan terhadap coronavirus jenis baru dan masih belum ada tes diagnostik yang tersedia di luar milik CDC," tutur Kepala Asosiasi Laboratorium Kesehatan Masyarakat (APHL) Scott Becker dan Direktur Pelayanan Laboratorium di Texas Department of State Health Services dalam surat terbuka mereka.
Becker, yang asosiasinya mewakili lebih dari 100 laboratorium lokal, menyebut surat itu sebagai tindakan putus asa.
"Komunitas kami benar-benar frustrasi. Kami yakin bisa mengembangkan kit sendiri dan sangat mampu untuk melakukan itu, tetapi kami merasa lumpuh," kata Becker.
Dua hari setelah surat terbuka itu dirilis, Hahn mengatakan lembaganya siap menyetujui kit di luar produksi CDC jika mereka memenuhi persyaratan FDA.
"Hasil tes yang tidak akurat dapat menyebabkan konsekuensi besar dan merugikan kondisi kesehatan masyarakat. Implikasinya juga serius untuk analisis perkembangan penyakit dan pengambilan keputusan," tulis Hahn dalam surat balasan kepada APHL pada 26 Februari.
Kemudian pada 29 Februari, di bawah tekanan yang meningkat, FDA menghilangkan banyak hambatan birokrasi. Lembaga itu mengizinkan laboratorium negara dan swasta mulai mengembangkan kit mereka sendiri.
Pada hari yang sama, pemerintahan Trump mengonfirmasi kematian pertama coronavirus jenis baru di AS, seorang pria berusia sekitar 50 tahun di Negara Bagian Washington.
Ketika pembuat kebijakan AS merombak kebijakan kesehatan mereka, pemerintah Korea Selatan mulai melakukan uji drive-thru di sejumlah kota.
Dalam pertemuan kongres pekan lalu, perwakilan Partai Demokrat, Raul Ruiz, mengkritik FDA dan pemerintahan Trump atas respons mereka terhadap Covid-19. Dia bertanya mengapa Korea Selatan dapat bergerak jauh lebih cepat dibandingkan dengan AS dalam hal ini.
"Kenapa kita tidak melakukan uji drive-thru seperti Korea Selatan?," ujar Ruiz kepada pemimpin satgas Covid-19 pemerintahan Trump.
Ruiz mengatakan kepada Reuters bahwa para pejabat kesehatan menyatakan, mereka sedang mengembangkan uji drive-thru. Beberapa sudah mulai berlangsung di Colorado, New York, Texas, dan sejumlah wilayah lainnya.
Meskipun ada langkah-langkah baru, Ruiz menuturkan dia khawatir AS sudah terlalu jauh tertinggal di belakang Korea Selatan.
"Menurut saya, kita telah kehilangan banyak waktu. Mungkin AS harus mempertimbangkan membeli kit uji kesehatan milik Korea Selatan," sambung dia.
Itu mungkin terjadi. Baik Kogene dan SolGent, dua perusahaan medis yang membuat kit Covid-19 di Korea Selatan, mengatakan bahwa mereka sedang mengincar pasar AS. (Reuters, BBC, dan The Washington Post)