Pada Senin (20/1), Menteri Lingkungan Hidup Malaysia Yeo Bee Yin mengumumkan bahwa pemerintah telah mengirim kembali 150 kontainer limbah plastik impor ke negara-negara asalnya. Operasi pengembalian limbah impor itu berlangsung di tiga pelabuhan utama yakni Klang, Penang, dan Sarawak.
Yeo menegaskan, pihaknya akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan agar Malaysia tidak menjadi tempat pembuangan sampah dunia.
"Pemerintah Malaysia akan mengambil tindakan tegas untuk memerangi pengiriman limbah ilegal ke negara ini," tutur Yeo.
Dia memaparkan, 150 kontainer yang dikirim kembali mengandung 3.737 metrik ton limbah ilegal. Sebanyak 43 kontainer akan dipulangkan ke Prancis, 42 ke Inggris, 17 ke Amerika Serikat, 11 ke Kanada, 10 ke Spanyol, lima ke Jepang, dan empat ke Singapura. Sisanya berasal dari Portugal, China, Bangladesh, dan sejumlah negara lainnya.
Limbah plastik itu dinyatakan ilegal karena tidak memiliki izin impor dan tidak memenuhi kriteria berdasarkan Konvensi Basel terkait "Transboundary Movements of Hazardous Wastes and Their Disposal".
Malaysia telah berupaya memulangkan kontainer limbah impor sejak tahun lalu. Pejabat Malaysia mengakui bahwa hal itu merupakan tugas berat karena sejumlah negara pengekspor limbah tidak mau menerimanya kembali.
Menteri Yeo mengatakan bahwa negara-negara tempat limbah berasal akan menganggung biaya pengembalian kontainer limbah impor.
"Repatriasi kontainer limbah ini tidak memungut biaya sepeser pun dari pemerintah Malaysia. Biaya tersebut ditanggung oleh negara pengekspor atau perusahaan pelayaran yang mengirim limbah," jelas dia.
Dia menyatakan bahwa Malaysia tidak sudi membayar biaya sekecil apa pun untuk mengembalikan limbah impor.
"Ini bukan tentang uang, ini tentang martabat. Orang-orang membuang sampah mereka ke negara Anda, Anda seharusnya tidak membayar mereka untuk menerimanya kembali," lanjut Yeo.
Pihak berwenang Malaysia juga sedang dalam proses mengembalikan 110 kontainer limbah pada pertengahan 2020, sekitar 60 di antaranya akan dipulangkan ke AS.
Setelah China berhenti menerima impor limbah plastik pada awal 2018, Malaysia dengan cepat menjadi tujuan utama bagi pengekspor global.
Laporan Greenpeace menemukan bahwa dalam tujuh bulan pertama pada 2018, limbah yang diekspor dari AS ke Malaysia dua kali lipat lebih banyak dibandingkan tahun sebelumnya.
Impor limbah ke Malaysia terus meningkat dari 20.000 ton per bulan pada 2017 menjadi 110.000 ton per bulan pada awal 2018.
Banyak negara kaya mengirim limbah daur ulang mereka ke luar negeri karena lebih murah, membantu memenuhi target daur ulang, dan mengurangi luapan limbah sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) domestik.
Sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Indonesia dan Filipina, juga telah memulangkan sampah ilegal selama 12 bulan terakhir. (BBC, CNN, dan Straits Times)