Pertemuan bilateral Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi dengan Menteri Luar Negeri Belanda Sigrid Kaag pada Kamis (1/7) di Den Haag membahas sejumlah hal, termasuk berfokus pada isu diskriminasi minyak kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa.
"Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Belanda maupun Menlu Kaag, pembicaraan juga menyinggung mengenai kelapa sawit, vegetable oils, dan SDGs," tutur Menlu Retno seperti dikutip dari pernyataan resmi Kementerian Luar Negeri RI.
Menlu Retno menuturkan, Belanda merupakan salah satu importir terbesar kelapa sawit Indonesia di Uni Eropa. Pasalnya, sebanyak 15% ekspor Indonesia ke Belanda terdiri dari kelapa sawit.
"Pesan kita mengenai fair treatment untuk sawit sangat dipahami dan kita akan ke depan melakukan kerja sama yang lebih luas dalam konteks vegetable oils dan SDGs," lanjutnya. "Intinya adalah fair trade kepada sawit kita."
Sejauh ini, Indonesia dan Belanda telah menjalankan kerja sama untuk meningkatkan sustainability kelapa sawit melalui program "Kerja Sama Produksi Kelapa Sawit Berkelanjutan".
Menlu Retno menjelaskan, program tersebut berlangsung sejak 2019 hingga 2023 dan senilai US$5,9 juta.
"Program tersebut memberikan program-program produksi kelapa sawit berkelanjutan bagi petani-petani Indonesia di Sumatra dan Kalimantan, termasuk dukungan kepada petani kecil dalam memenuhi sertifikasi Indonesian Sustainable Palm Oil (ISPO)," jelas Retno.
Ke depannya, dia menuturkan bahwa kerja sama ini akan diperluas untuk juga mencakup minyak nabati lainnya dalam konteks kontribusi terhadap SDGs 2030.
"Jadi sekali lagi, kita bicara tidak hanya mengenai sawit, tetapi juga dalam konteks yang lebih luas yaitu minyak nabati lainnya dan kaitannya dengan SDGs 2030," sambung Menlu Retno.
Menlu Retno dan Menlu Kaag juga mendiskusikan penyelenggaraan seminar mengenai minyak nabati serta riset bersama terkait sustainable vegetable oils dengan partisipasi mulai dari pihak swasta hingga institusi akademik.