Dalam pertemuan dengan Perdana Menteri Thailand Prayut Chan-ocha di Bangkok pada Kamis (21/11), Paus Fransiskus menyatakan keprihatinannya terkait krisis migrasi di negara itu.
"Krisis migrasi tidak dapat diabaikan. Thailand sendiri, yang dikenal kerap menyambut para migran dan pengungsi, telah mengalami krisis ini sebagai akibat dari eksodus pengungsi dari negara-negara tetangga," tutur Sri Paus.
Paus Fransiskus mengatakan dia berharap komunitas internasional akan bertindak dengan tanggung jawab dan bekerja untuk menyelesaikan masalah-masalah yang menyebabkan eksodus itu.
"Semoga komunitas internasional mendorong migrasi yang aman, tertib dan teratur," kata dia.
Dia juga berharap setiap negara dapat menemukan cara yang efektif untuk melindungi martabat serta hak-hak migran dan pengungsi yang menghadapi bahaya, ketidakpastian dan eksploitasi dalam perjalanan mereka mencari kehidupan yang layak.
"Ini bukan hanya tentang migran, tetapi juga tentang contoh yang ingin kita berikan kepada masyarakat kita," ujar Sri Paus.
PM Prayut mengatakan bahwa kunjungan Paus Fransiskus bertepatan dengan peringatan 350 tahun berdirinya Misi Katolik di Thailand dan peringatan 50 tahun dibentuknya hubungan diplomatik resmi antara Thailand dan Takhta Suci Vatikan.
Sri Paus terakhir yang berkunjung ke Thailand adalah Paus John Paul II pada 1984.
Saat ini, komunitas Katolik yang beranggotakan 388.000 orang merupakan kurang dari 1% dari total populasi Thailand. Sebagian besar dari mereka tinggal di wilayah utara atau tengah.
Dalam pertemuannya dengan Paus Fransiskus, PM Prayut juga mengatakan bahwa Thailand terus berupaya mempromosikan hak asasi manusia dasar, terutama yang berkaitan dengan jaminan hak, kebebasan beragama dan pembangunan berkelanjutan.
Sebelum bertatap muka dengan PM Prayut, Paus Fransiskus lebih dulu bertemu dengan tokoh Buddha dan kepala ordo biksu di Thailand, Somdet Phra Maha Muniwong di Kuil Wat Ratchabophit. Dia juga mengunjungi Rumah Sakit St. Louis dan mengadakan audiensi pribadi dengan Raja Maha Vajiralongkorn sebelum memimpin misa pada Kamis malam.
Sri Paus disambut oleh Raja Varijalongkorn dan Ratu Suthida di pintu masuk istana. Mereka berjabat tangan dan melakukan percakapan singkat. Rincian diskusi mereka belum diungkapkan oleh Istana Kerajaan Thailand.
Dalam pertemuannya dengan Somdet, Paus Fransiskus mengapresiasi persahabatan antara kedua agama serta mempromosikan kerukunan dan kerja sama untuk membantu mereka yang kurang mampu.
Paus Fransiskus menyoroti isu pengungsi dan kerja sama antaragama untuk menciptakan perdamaian dalam Misa Kudus di Stadion Nasional Supachalasai, Bangkok, pada Kamis malam.
Sri Paus mengatakan, dia mengkhawatirkan nasib para migran yang merasa ditinggalkan karena tidak memiliki tempat tinggal dan keluarga.
"Jangan menghalangi komunitas kita untuk melihat wajah, luka dan senyum mereka. Jangan mencegah mereka dari mengalami belas kasih Tuhan yang menyembuhkan luka dan rasa sakit mereka," ujar dia.
Berbicara di depan sekitar 70.000 orang, Paus Fransiskus menyatakan keprihatinannya terhadap wanita dan anak-anak yang sering menjadi korban pelacuran dan perdagangan manusia.
"Martabat mereka dihina. Saya juga memikirkan nasib anak-anak muda yang diperbudak oleh kecanduan narkoba dan membuat mereka tertekan serta menghancurkan impian mereka," kata dia.
Sejumlah orang yang menghadiri misa mengenakan topi putih dan kuning, warna khas Vatikan, sembari melambaikan bendera Vatikan serta meneriakkan, "Viva Il Papa".
Seorang warga, Poeke Thunraungniti (77), mengatakan dia menempuh perjalanan lebih dari 700 kilometer dengan suaminya untuk menghadiri misa tersebut karena dia ingin melihat Paus Fransiskus dengan matanya sendiri serta mendapat berkat darinya. (Bangkok Post)