Thomas Cook, biro perjalanan tertua di dunia, gulung tikar pada Senin (23/9), membuat ratusan ribu wisatawan yang berlibur di seluruh dunia telantar dan memicu upaya repatriasi masa damai terbesar dalam sejarah Inggris.
Kepala Eksekutif Peter Fankhauser mengatakan kejadian itu merupakan penyesalan yang mendalam bahwa perusahaan telah gulung tikar setelah gagal mengamankan paket penyelamatan dari para pemberi pinjaman.
Otoritas Penerbangan Sipil Inggris (CAA) mengatakan Thomas Cook sekarang telah berhenti berdagang dan regulator serta pemerintah akan bekerja sama untuk membawa lebih dari 150.000 pelancong Inggris pulang selama dua minggu ke depan.
"Saya ingin meminta maaf kepada jutaan pelanggan kami, dan ribuan karyawan, pemasok dan mitra yang telah mendukung kami selama bertahun-tahun," kata Fankhauser dalam sebuah pernyataan yang dirilis pada Senin pagi.
"Ini adalah masalah penyesalan yang mendalam dari saya dan anggota dewan lainnya bahwa kami tidak berhasil."
Pemerintah dan regulator penerbangan mengatakan bahwa karena skala situasi beberapa gangguan tidak dapat dihindari. "Thomas Cook telah berhenti berbisnis sehingga semua penerbangan Thomas Cook sekarang dibatalkan," kata CAA.
Kehancuran Thomas Cook menandai berakhirnya salah satu perusahaan tertua di Inggris yang mulai dijalankan pada 1841 lewat layanan perjalanan kereta api lokal, selamat dari dua perang dunia kemudian merintis paket liburan pertama di Eropa dan berkembang lebih jauh.
Perusahaan ini sekarang mengelola hotel, resor dan maskapai penerbangan untuk 19 juta orang per tahun di 16 negara. Saat ini memiliki 600.000 orang pegawai yang berada di luar negeri, memaksa pemerintah dan perusahaan asuransi untuk mengoordinasikan operasi penyelamatan besar.
Gambar yang diunggah di media sosial menunjukkan pesawat-pesawat Thomas Cook dibelokkan dari tempatnya yang biasa, dan akan segera ditinggalkan begitu mendarat.
Lumpuh akibat utang 1,7 miliar pound sterling, Thomas Cook telah dilanda persaingan daring, pasar perjalanan yang berubah dan peristiwa geopolitik. Gelombang panas Eropa tahun lalu juga menghantam perusahaan karena pelanggan menunda pemesanan pada menit-menit terakhir.
Keruntuhan perusahaan memiliki potensi untuk memicu kekacauan di seluruh dunia, dengan wisatawan yang terjebak di hotel-hotel yang belum dibayar di lokasi yang jauh seperti Goa, Gambia dan Yunani.
Dalam jangka waktu yang lebih panjang, ini juga dapat menekan ekonomi daerah tujuan-tujuan besar, seperti Spanyol dan Turki, mengempiskan keuangan pemasok bahan bakar dan memaksa penutupan ratusan agen perjalanannya di jalan-jalan utama di Inggris.
Pemerintah Inggris dan regulator penerbangan telah menyusun rencana untuk menggunakan maskapai penerbangan lain guna membawa pulang orang Inggris. (Ant)