Keluarga yang kehilangan saudara dalam kecelakaan pesawat Boeing 737 MAX masing-masing akan menerima santunan sekitar US$144.500 atau setara Rp2 miliar dari perusahaan.
Uang tersebut berasal dari dana bantuan keuangan sebesar US$50 juta, yang diumumkan oleh perusahaan pada Juli.
Klaim, yang harus diajukan sebelum 2020, mulai berdatangan.
Namun, sejumlah keluarga yang menempuh proses hukum, menolak bantuan yang mereka sebut sebagai aksi publisitas Boeing.
"Uang tersebut tidak cukup mengompensasi keluarga kami atau keluarga manapun," kata Nomaan Husain, seorang pengacara yang mewakili 15 keluarga. "Ini bukan sesuatu yang akan memuaskan keluarga. Pihak keluarga benar-benar menginginkan jawaban."
Boeing 737 MAX telah dikandangkan sejak Maret, setelah para penyelidik mengevaluasi keselamatan pesawat pascakecelakaan fatal di Indonesia dan Ethiopia yang merenggut nyawa lebih dari 340 orang.
Pada Juli, Boeing berjanji akan memberikan US$100 juta bagi keluarga dan masyarakat yang terkena dampak kecelakaan. Perusahaan kemudian menyatakan bahwa setengah dari dana tersebut akan diperuntukkan bagi pembayaran langsung kepada keluarga korban dan setengahnya lagi disisihkan bagi program pendidikan dan pengembangan pada masyarakat yang terkena dampak.
Robert A Clifford, penasihat utama untuk litigasi Ethiopian Airlines 302, menuturkan bahwa kurang detailnya pengumuman awal pada rencana pemberian bantuan tersebut merupakan cara untuk mengalihkan perhatian atas pertanyaan mengenai keselamatan.
Lewat sebuah pernyataan, Kepala Eksekutif Boeing Dennis Muilenberg menyebut santunan ini merupakan langkah penting dalam upaya perusahaan untuk membantu kerabat korban kecelakaan Boeing 737 MAX 8..
Partisipasi dalam program ini bersifat sukarela.
"Keluarga yang mengajukan klaim tidak perlu melepaskan hak mereka untuk mengajukan tuntutan hukum terpisah terhadap perusahaan," kata Kenneth R Feinberg, administrator untuk bantuan keuangan.