Pada Jumat (31/1) pukul 23.00 GMT, Inggris akan resmi meninggalkan Uni Eropa. Peristiwa itu menunjukkan bahwa Perdana Menteri Boris Johnson memenuhi janji kampanyenya, "Get Brexit Done".
Namun, Johnson tidak ingin mengecap euforia atas keberhasilannya. Dia menyadari bahwa Brexit, yang bergulir selama tiga setengah tahun telah mengguncang politik Inggris dan membuat negara itu terpolarisasi.
Alasan lain, pekerjaan rumah berikutnya menanti. Tepat satu hari setelah Brexit terjadi, fase baru negosiasi antara London dan Brussels dimulai untuk menyepakati bentuk hubungan masa depan mereka.
Perundingan memiliki tenggat hingga akhir 2020, masa yang disebut periode transisi, untuk menuntaskan kesepakatan tentang perdagangan dan sejumlah isu lain, termasuk keamanan, energi, jaringan transportasi, hak menangkap ikan, dan aliran data.
Selama periode transisi, Inggris akan tetap mematuhi peraturan Uni Eropa dan membayar sejumlah uang ke Uni Eropa sebagai financial settlement atau penyelesaian keuangan.
Johnson optimistis bahwa 11 bulan adalah waktu yang cukup untuk mencapai kesepakatan perdagangan yang "zero tariff, zero quota". Dia bahkan berjanji, meski ada opsi, tidak akan memperpanjang periode transisi.
Pasca-Brexit, sebagian besar hal akan tetap sama setidaknya selama periode transisi, tetapi akan ada beberapa perubahan:
1. Inggris kehilangan kursi di Parlemen Eropa
Wajah-wajah yang sudah dikenal seperti Nigel Farage dan Ann Widdecombe adalah di antara 73 anggota parlemen asal Inggris yang secara otomatis akan kehilangan kursi di Parlemen Eropa.
Itu karena, bersamaan dengan Brexit, Inggris akan meninggalkan seluruh lembaga Uni Eropa.
Selain Inggris akan tetap mengikuti aturan Uni Eropa selama periode transisi, Mahkamah Eropa akan tetap memegang keputusan akhir atas sengketa hukum.
2. Tidak ada lagi KTT Uni Eropa bagi Inggris
PM Inggris harus diundang secara khusus jika dia ingin bergabung dengan para pemimpin lainnya di KTT Dewan Uni Eropa di masa depan. Para menteri Inggris juga tidak akan lagi menghadiri pertemuan rutin Uni Eropa yang memutuskan berbagai hal.
3. Inggris akan lebih banyak bicara soal perdagangan
Pasca-Brexit, Inggris akan dapat mulai berbicara dengan negara-negara di seluruh dunia tentang menetapkan aturan baru untuk jual beli barang dan jasa.
Pendukung Brexit berpendapat bahwa memiliki kebebasan untuk menetapkan kebijakan perdagangannya sendiri akan meningkatkan perekonomian Inggris. Meski demikian, menyetujui kesepakatan perdagangan Inggris-Uni Eropa adalah prioritas utama, sehingga biaya tambahan untuk barang dan hambatan perdagangan lainnya tidak diperlukan setelah periode transisi berakhir.
Setiap kesepakatan perdagangan yang tercapai dengan Inggris baru akan dapat dimulai setelah periode transisi berakhir.
4. Paspor Inggris berubah warna
Inggris akan kembali menggunakan paspor biru setelah lebih dari 30 tahun memakai paspor warna burgundi.
Paspor warna burgundi akan ditarik secara bertahap, sementara seluruh paspor biru, yang pertama kali digunakan pada 1921, akan dirilis pada pertengahan tahun.
5. Kementerian Brexit akan ditutup
Tim yang menangani negosiasi Inggris dan Uni Eropa dan persiapan no-deal Brexit akan dibubarkan pada Hari-H Brexit.
Kementerian ini dibentuk oleh mantan Perdana Menteri Theresa May pada 2016.
Untuk perundingan berikutnya, tim negosiasi Inggris akan berpusat di Downing Street.
6. Jerman tidak akan ekstradisi warganya ke Inggris
Para tersangka yang melarikan diri ke Jerman tidak akan dapat lagi diekstradisi ke Inggris. Konstitusi Jerman tidak mengizinkan warganya untuk diekstradisi, kecuali jika ke sesama anggota Uni Eropa.
"Pengecualian ini tidak berlaku lagi setelah Inggris meninggalkan Uni Eropa," kata juru bicara Kementerian Kehakiman Federal Jerman kepada BBC.
Sementara itu, Kementerian Dalam Negeri Inggris mengatakan bahwa European Arrest Warrant atau Surat Perintah Penangkapan Eropa akan tetap berlaku selama periode transisi. (Reuters dan BBC)