Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins meyakini bahwa Brexit membawa peluang besar bagi hubungan Inggris dan Indonesia. Hal itu dia sampaikan dalam konferensi pers di Kedutaan Besar Inggris di Jakarta, pada Jumat (31/1).
Dia menyebut, sejak referendum Brexit pada Juni 2016, Kedubes Inggris di Jakarta telah tumbuh sekitar 40% dan menambah puluhan staf baru. Inggris juga membuka kantor konsulat lainnya di sejumlah wilayah di Indonesia dan mendirikan kedutaan sendiri khusus untuk ASEAN.
"Semua ini terjadi karena kami percaya Indonesia-Inggris memiliki potensi besar bersama," tutur Dubes Jenkins.
Pada Jumat pukul 23.00 GMT atau Sabtu (1/2) pukul 06.00 WIB, Inggris akan secara resmi keluar dari Uni Eropa. Tepat satu hari setelah Brexit terjadi, fase baru negosiasi antara London dan Brussels dimulai untuk menyepakati bentuk hubungan masa depan mereka.
Perundingan memiliki tenggat hingga akhir 2020, masa yang disebut periode transisi, untuk menuntaskan kesepakatan tentang perdagangan dan sejumlah isu lain, termasuk keamanan, energi, jaringan transportasi, hak menangkap ikan, dan aliran data.
Terkait masa depan perdagangan pasca-Brexit, Dubes Jenkins menyatakan bahwa Indonesia-Inggris akan tetap menjalin hubungan perdagangan di bawah mekanisme Organisasi Perdagangan Dunia (WTO).
"Tidak akan ada perubahan dalam hubungan perdagangan," tegas dia.
Perjanjian perdagangan utama antara Uni Eropa dan Indonesia adalah Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (FLEGT) terkait ekspor kayu legal. Jenkins menyebut, pakta itu akan terus berjalan selama periode transisi dan setelah itu akan dilanjutkan dalam bentuk perjanjian bilateral Indonesia-Inggris.
Yang paling penting, jelasnya, pada November 2019 Jakarta dan London telah menyusun Joint Trade Review yang akan mengidentifikasi sektor kerja sama dan area di mana kedua pihak dapat meningkatkan hubungan perdagangan.
"Inggris telah mengambil sejumlah tindakan untuk memastikan bahwa kami dapat meningkatkan hubungan dengan Indonesia setelah kami meninggalkan Uni Eropa," kata dia. "Joint Trade Review tersebut akan membantu kedua pihak mengidentifikasi hambatan perdagangan demi memudahkan akses pasar bagi kedua pihak."
Dia menambahkan, Inggris tidak memiliki target numerik terkait hubungan perdagangan dengan Indonesia pasca-Brexit.
Dubes Jenkins menuturkan bahwa Inggris bertekad untuk bergerak cepat setelah hengkang dari Uni Eropa. Dia berharap, Indonesia dapat memanfaatkan ambisi baru Inggris untuk memperkuat hubungan perdagangan, investasi, serta kerja sama politik.
Pendidikan menjadi salah satu sektor yang akan menjadi fokus kerja sama antara kedua negara. Menurut Jenkins, pendidikan merupakan hal yang fundamental karena tanpa modal sumber daya manusia yang kuat, negara tidak dapat maju dan berkembang.
"Sektor teknologi juga memiliki potensi. London merupakan pusat teknologi terbesar di Eropa dan saya pikir dunia teknologi Indonesia dapat menjalin kemitraan dengan Inggris," ungkap dia.
Lebih lanjut, Dubes Jenkins mengatakan bahwa tidak akan ada perubahan regulasi minyak kelapa sawit (CPO) dengan Indonesia. Dia menjelaskan, selama periode transisi, regulasi milik Uni Eropa akan tetap berlaku di Inggris.
"Setelah melewati masa transisi, kami dapat membicarakan lebih lanjut mengenai regulasi CPO Indonesia," jelas dia.
Dubes Jenkins menekankan bahwa Inggris mengakui pentingnya industri CPO bagi ekonomi Indonesia dan lebih dari 20 juta lapangan kerja yang disediakannya. Inggris, tambahnya, sadar bahwa CPO merupakan industri penting dan memerlukan tingkat perhatian yang tepat.
Selain itu, Dubes Jenkins mencatat bahwa kebijakan biofuel Inggris berbeda dari Uni Eropa.
"Inggris tidak mengimpor CPO Indonesia untuk keperluan biofuel, hal yang sepertinya menjadi titik permasalahan dengan Uni Eropa. CPO yang kami impor adalah untuk keperluan industrial dan produk makanan," jelas dia.
Hal lain yang tidak akan berubah pasca-Brexit adalah kebijakan paspor dan visa Inggris. Dia mengatakan, WNI yang ingin bepergian ke Inggris akan tetap membutuhkan visa Inggris dan WNI yang ingin bepergian ke seluruh Eropa akan tetap membutuhkan visa Schengen.
Inggris sendiri merupakan salah satu negara Uni Eropa yang tidak berada dalam kebijakan visa Schengen yang mencakup 26 negara lainnya di blok itu.