Aliansi antar China dan Korea Utara (Korut) diibaratkan sebagai aliansi darah. Hal ini mengingat sejarah yang antara kedua negara tersebut pada perang Korea 1950-1953.
Kala itu, China mengirimkan 130.000 tentaranya termasuk anak Mao Zedong. Banyak tewas dalam Perang Korea, namun kini hubungan kedua negara justru semakin tidak mesra. Padahal, Pyongyang sangat bergantung dengan Beijing dalam dukungan perdagangan dan diplomatik.
Hanya saja sepertinya Korut seperti kacang lupa pada kulitnya. Pemimpin Korut Kim Jong-un membangun panggung sendiri di dunia. Ia bahkan bersiap menghadapi konferensi tingkat tinggi (KTT) dengan Presiden Korea Selatan Moon Jae In dan Presiden AS Donald Trump.
Ya, Beijing sangat takut jika Pyongyang keluar dari orbitnya. Faktanya, tekanan ekonomi China juga bisa memaksa Kim untuk kembali ke meja negosiasi.
Beijing sendiri sangat khawatir jika Kim justru akan membangun kesepakatan untuk mendekati para musuhnya. Lalu, Kim meninggalkan aliansi tradisionalnya.
“Ada perhatian serius pada China tentang kemungkinan AS akan menerima kemauan nuklir Korut untuk dijadikan aliansi Washingon atau minimal menjadi negara sahabat,” kata Tong Zhao, pakar kebijakan nuklir dari Tsinghua Carnegie Center for Global Policy di Beijing, dilansir CNN pada Rabu (25/4).
Kekhawatiran China semakin berlebihan ketika China dan AS juga terlibat dalam perang dagang. Bisa jadi ada konspirasi, padahal selama lebih dari setengah abad hubungan China dan Korut sangat aman. Tapi, kini justru semakin renggang.
Apalagi Kim juga telah mengeksekusi para pejabat penting yang memiliki kedekatan dengan Beijing. Termasuk pamannya sendiri, Jang Song Thaek.
Kim menutup peluang untuk kerja sama yang lebih erat dengan China. Meskipun ia telah berkunjung ke Beijing pada Maret lalu, itu tidak mengurangi ketegangan kedua negara.
Meski begitu, Zhao mengungkapkan China tetap ingin mempertahankan hubungan stabil dan normal dengan Korut. Meskipun negara tembok besar tersebut memiliki banyak perbedaan pandangan dengan Korut, kecuali soal nuklir.
Peneliti senior Korean Peninsula Future Forum di Seoul, Duyeon Kim menilai, ketegangan di Semenanjung Korea tidak bisa dilepaskan dari China yang memiliki pengaruh dan kepentingan yang luas di kawasan.