Presiden Prancis Emmanuel Macron pada Senin (13/4) mengumumkan bahwa dia memperpanjang lockdown atau karantina wilayah untuk mengekang penyebaran Covid-19 hingga 11 Mei.
Macron mengatakan, ada kemajuan dalam upaya pengendalian penyebaran virus tersebut tetapi menekankan bahwa pertempuran belum sepenuhnya dimenangkan.
Sejak 17 Maret, sekitar 67 juta penduduk Prancis telah diperintahkan untuk tidak keluar rumah kecuali ada keperluan membeli makanan, bekerja, atau membutuhkan perawatan medis. Awalnya, lockdown dijadwalkan berakhir pada Selasa (14/4).
"Saya sepenuhnya memahami upaya yang saya minta dari Anda," kata Macron dalam pidato yang disiarkan melalui televisi. "Kapan kehidupan bisa kembali normal? Saya ingin sekali bisa menjawab pertanyaan itu. Tapi, jujur saja, saya harus terus terang mengatakan bahwa kami belum memiliki jawaban pasti."
Presiden Macron menjelaskan, sekolah, dan sejumlah toko akan dibuka secara bertahap mulai 11 Mei. Namun, restoran, hotel, dan bioskop belum dapat segera dibuka setelah lockdown berakhir.
Pendatang dari negara-negara non-Eropa pun tetap dilarang sampai pemberitahuan lebih lanjut.
Macron mengatakan bahwa dia telah meminta pemerintahannya untuk menyusun kebijakan bantuan keuangan bagi keluarga dan siswa yang terdampak Covid-19. Kebijakan tersebut dilaporkan akan diumumkan pekan ini.
Dalam pidatonya pada Senin, Presiden Macron mengakui Prancis pada awalnya belum cukup siap untuk menghadapi pandemik coronavirus jenis baru.
"Apakah kita siap menghadapi krisis kesehatan ini? Jujur saja, ada celah dan kekurangan. Sama seperti banyak negara lain, Prancis kekurangan pasokan peralatan medis dan pemerintah belum mampu mencukupi kebutuhan masker bagi para petugas medis."
Prancis mencatat 136.779 kasus positif Covid-19, di mana 14.967 di antaranya meninggal dan 27.718 dinyatakan sembuh. Kementerian Kesehatan menyebut bahwa negara itu sedang melihat fase puncak coronavirus jenis baru.
"Dari dinamika yang diamati dalam beberapa hari terakhir, sepertinya pandemik tersebut sedang dalam fase puncak di Prancis," jelas penyataan kementerian. (Reuters dan Bloomberg)