CEO Facebook, Mark Zuckerberg akhirnya angkat suara terkait skandal yang membelit perusahaannya terkait bocornya data pelanggan. Zuckerberg meminta maaf kepada para pengguna Facebook atas bocornya skandal data yang diungkap Cambridge Analytica.
Rabu malam (21/3), Zuckerberg di CNN mengakui bahwa semua ini adalah pelanggaran atas kepercayaan besar dari pelanggan. "Saya menyesal ini terjadi," katanya yang kemudian ia posting ke halaman Facebooknya.
Permohonan maaf tersebut disampaikan setelah reaksi masyarakat dunia di media sosial yang mengkritik Zuckerberg, karena tidak secara eksplisit meminta maaf. Menanggapi rencana pemanggilan dirinya oleh Parlemen Eropa, mantan Mahasiswa Harvard ini bersedia menjelaskan duduk persoalan di hadapan kongres. Sesuatu yang diakuinya tidak ia sukai.
Zuckerberg juga menyebut bahwa misi Facebook tetap memberikan pengetahuan lebih kepada penggunanya. Meski diakui bahwa salah satu masalah yang menjadi inti dari insiden tersebut adalah Facebook, seharusnya melindungi informasi pribadi pengguna.
Ke depan, ia berjanji tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Media sosial raksasa asal Amerika Serikat (AS) juga berencana untuk intropeksi.
Rawan penyalahgunaan
Sebelumnya, Facebook telah mempublikasikan enam langkah yang mesti dilakukan penggunannya untuk mencegah insiden bocornya data. Salah satunya dengan mematikan akses aplikasi data pengguna yang tidak lagi menggunakan Facebook dalam tiga bulan terakhir.
Selain itu, pengguna Facebook disarankan untuk membatasi data terkait nama, foto profil dan alamat email di akun Facebook. Zuckerberg mencurigai ada sejumlah aplikasi yang terdapat di Facebook yang mampu mengumpulkan sejumlah data.
Meski begitu, diakui salah satu orang terkaya dunia ini sulit untuk melacaknya. Saat ini ada ribuan aplikasi yang saat ini tengah diproses.
Pada 2013, peneliti Universitas Cambridge Aleksandr Kogan membuat aplikasi bernama "thisisyourdigitallife". Aplikasi tersebut diduga mengambil informasi Facebook dari sekitar 300.000 orang berikut dengan teman-temannya.
Mengetahui hal tersebut, Facebook mengubah kebijakannya pada tahun 2014 untuk membatasi data yang dapat diterima oleh aplikasi pihak ketiga. Namun masih ada puluhan juta orang yang tidak tahu terkait aplikasi tersebut.
Meski begitu, diketahui pada pemilihan Presiden AS Tahun 2016 Facebook menjadi media penyebaran berita palsu atau hoaks. Hingga akhirnya media sosial berinisiatif menghapus akun yang menyebarkan berita hoaks.
Setelahnya, Facebook mengklaim sistem saat ini jauh lebih baik dibandingkan sekarang. Plus menambah jumlah orang yang bekerja pada tim keamanan dan operasi dengan total mencapai 20.000 orang sampai akhir tahun 2018.