Wakil Duta Besar Rusia untuk Indonesia Oleg Kopylov menilai bahwa Korea Utara sudah terbebani dengan terlalu banyak sanksi, baik dari Amerika Serikat maupun Dewan Keamanan PBB (DK PBB).
Menurutnya, sanksi-sanksi tersebut mengganggu urusan bantuan kemanusiaan bagi rakyat Korea Utara. Sebagai contoh, jelasnya, kendala yang dihadapi Organisasi Pangan dan Pertanian PBB (FAO) saat hendak mengirim bantuan kemanusiaan ke Pyongyang.
"Barang-barang yang termasuk dalam bantuan kemanusiaan tersebut tidak melanggar sanksi DK PBB maupun AS. Namun, FAO gagal mencari operator untuk membantu mereka mengirimkan bantuan ke Korea Utara karena banyak pihak yang takut terjerat sanksi jika ikut dalam operasi itu," tutur Oleg dalam pengarahan media di kediaman Duta Besar Rusia untuk Indonesia di Jakarta, pada Rabu (18/12).
Dia menekankan bahwa Rusia ingin AS dan DK PBB meringankan sanksi-sanksi terhadap Pyongyang dengan pertimbangan kemanusiaan.
"Ini murni persoalan kemanusiaan yang fokus pada kesejahteraan warga Korea Utara," tambah dia.
Rusia menilai, jika DK PBB dan AS ingin denuklirisasi Korea Utara terwujud, maka seluruh pihak membutuhkan pendekatan yang lebih fleksibel.
Oleg menyebut bahwa tidak realistis mengharapkan Korea Utara untuk melakukan segala hal yang AS inginkan, termasuk mencapai kesepakatan denuklirisasi, tanpa adanya jaminan manfaat bagi negara itu.
Sejak 2017, Korea Utara telah menangguhkan uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) dan program nuklirnya. Namun, Oleg mengatakan, Pyongyang tidak pernah melihat respons positif dari Washington sebagai langkah timbal balik.
"Rusia terus mendorong seluruh pihak melanjutkan dialog damai, tetapi perlu ada langkah timbal balik untuk membuat proses denuklirisasi maju," kata Oleg.