close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Pengunjuk rasa anti-pemerintah Hong Kong saat berdemonstrasi pada Senin (14/10). ANTARA FOTO/REUTERS/Umit Bektas
icon caption
Pengunjuk rasa anti-pemerintah Hong Kong saat berdemonstrasi pada Senin (14/10). ANTARA FOTO/REUTERS/Umit Bektas
Dunia
Selasa, 15 Oktober 2019 11:02

Demo Hong Kong: Pedemo dilarang menargetkan kediaman polisi

Pada Senin (15/10) malam, puluhan ribu aktivis muda pro-demokrasi memohon bantuan Amerika Serikat.
swipe

Pengadilan Hong Kong telah mengeluarkan perintah untuk melarang siapa pun memblokir atau merusak area kediaman petugas polisi dan layanan disiplin lainnya yang telah menjadi target dalam protes anti-pemerintah yang telah berlangsung selama empat bulan.

"Demonstran telah mengepung markas polisi ... melemparkan bom bensin dan sejumlah benda lainnya ke gedung-gedung dan merusak fasilitas," kata polisi pada Selasa (15/10).

Perintah pengadilan juga melarang perintang jalan serta menyinari pena laser atau lampu flash di fasilitas kepolisian.

Para pengunjuk rasa anti-pemerintah, banyak di antaranya yang mengenakan masker dan pakaian hitam, telah melemparkan bom bensi ke kantor polisi dan pemerintah, menyerbu Dewan Legislatif, memblokir jalan ke bandara, menghancurkan stasiun metro dan menyalakan api di jalan-jalan di pusat keuangan Asia itu.

Polisi meresponsnya dengan gas air mata, meriam air, peluru karet, bean bag round dan sejumlah peluru. Pemerintah menolak permintaan para pengunjuk rasa agar dilakukannya penyelidikan independen atas tuduhan kebrutalan polisi. Itu merupakan satu dari sejumlah tuntutan mereka.

Sementara itu, pada Senin (15/10) malam, puluhan ribu aktivis muda pro-demokrasi memohon bantuan Amerika Serikat. Mereka meneriakkan "Fight for Freedom, Fight for Hong Kong", ketika berkumpul secara damai di dekat kantor pusat pemerintah di Distrik Admiralty.

Massa mendesak AS untuk meloloskan Hong Kong human rights act demi menjamin demokrasi di kota bekas koloni Inggris yang dikembalikan ke China pada 1997 itu. Legislasi tersebut akan membuat pejabat China dan Hong Kong rentan terhadap sanksi AS.

"Make Hong Kong Great Again", tulis salah satu poster. Sejumlah pengunjuk rasa mengibarkan bendera AS, dan terdapat poster lainnya yang bertuliskan "Fight for Freedom, Stand with HK".

"Seluruh warga Hong Kong merasa putus asa dan pemerintah belum mendengarkan suara kami sehingga kami membutuhkan uluran tangan AS," ujar seorang pengunjuk rasa bernama Edward Fong (28).

Para demonstran marah atas apa yang mereka pandang sebagai pengetatan cengkeraman China terhadap Hong Kong, wilayah yang mendapat jaminan kebebasan selama 50 tahun di bawah formula "Satu Negara, Dua Sisten". Beijing menolak tuduhan itu dan balik menunjuk Barat, terutama AS dan Inggris, sebagai pemicu kerusuhan.

Protes sendiri dipicu atas penolakan terhadap RUU ekstradisi yang memungkinkan para tersangka diadili di pengadilan China daratan yang independensinya terus menjadi sorotan. Selepas RUU ditarik, demonstrasi tidak juga berhenti karena telah berkembang menjadi gerakan prodemokrasi.

Presiden Xi Jinping telah memperingatkan bahwa segala upaya untuk memecah belah China akan berujung pada kehancuran.

"Siapa pun yang mencoba memecah belah China di bagian mana pun akan berakhir dengan tubuh dan tulang-belulang yang hancur," kata Xi Jinping pada Minggu.

Polisi: Protes dalam level mengancam

Polisi menyatakan bahwa demonstrasi yang diwarnai kekerasan di Hong Kong telah meningkat ke level yang mengancam jiwa. Pernyataan itu muncul setelah sebuah bom kecil meledak dan seorang petugas polisi ditikam dalam bentrokan pada Minggu (13/10) malam.

"Kekerasan terhadap polisi telah mencapai level yang mengancam jiwa. Mereka bukan pengunjuk rasa, mereka adalah perusuh dan penjahat. Apa pun alasan mereka berjuang, kekerasan semacam itu tidak pernah dibenarkan," ungkap Wakil Komisaris Polisi Tang Ping-keung pada Senin.

Kerusuhan telah menjerumuskan Hong Kong dalam krisis terburuknya sejak 1997. Protes yang semula menarik jutaan orang dilaporkan secara bertahap mulai menyusut dalam beberapa pekan terakhir. Namun, tidak dengan kekerasan.

"Kekerasan selalu tidak diinginkan, tetapi dalam kasus Hong Kong, kami tidak punya pilihan," ujar seorang pengunjuk rasa bernama Jackson Chan (21). "Pada Juni, dua juta orang turun ke jalan dan berdemonstrasi dengan damai, namun pemerintah sepenuhnya mengabaikan opini publik ... Peningkatan kekerasan tidak bisa dihindari."

Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam akan menyampaikan pidato kebijakan tahunannya pada Rabu (16/10) di tengah tekanan untuk mengembalikan kepercayaan pada pemerintah. Hong Kong kini dihadapkan pada resesi pertamanya, dengan sektor pariwisata dan ritel paling terpukul. 

img
Khairisa Ferida
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan