Pemerintah Australia didesak membahas pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di Papua dengan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Berhubung bekas Wali Kota Surakarta itu sedang melawat ke "Negeri Kanguru".
Pengacara HAM, Veronica Koman, menambahkan, timnya juga menyerahkan langsung dokumen dari tahanan politik (tapol) dan korban tewas di Papua kepada Jokowi di Canberra, Australia, Senin (10/2) siang waktu setempat. Sekaligus mendesak pemerintah menghentikan kekerasan di "Bumi Cenderawasih".
"Dokumen ini memuat nama dan lokasi 57 tahanan politik Papua yang dikenakan pasal makar," ucap Veronica melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, beberapa saat lalu. Semuanya tengah ditahan di tujuh kota di Indonesia.
Jokowi melawat ke Australia sejak Sabtu (8/2). Akan berakhir hari ini. Beberapa agendanya, bertemu Gubernur Jenderal Australia, David Hurley dan Perdana Menteri Australia, Scott Morrison.
Berkas yang diserahkan turut memuat identitas 243 korban sipil yang meninggal selama operasi militer di Kabupaten Nduga, Papua, sejak Desember 2018. Mereka tewas akibat dibunuh aparat keamanan maupun sakit dan kelaparan selama mengungsi.
Veronica mengungkapkan, kondisi ini ironis. Lantaran Jokowi membebaskan lima tahanan politik Papua pada 2015.
Menurutnya, kebijakan tersebut tak ubahnya harapan baru bagi rakyat Papua. Namun, berubah drastis di awal kepemimpinan Jokowi masa bakti 2019-2024.
"Awal dari periode keduanya saat ini, terdapat 57 orang yang dikenakan makar yang sedang menunggu sidang. Langkah ini, hanya akan memperburuk konflik di Papua," tuturnya.
Dia menambahkan, para kepala daerah, pimpinan gereja dan adat, akademisi, aktivis, dan mahasiswa Papua telah memohon kepada Jokowi. Menarik pasukan dari Nduga sejak Desember 2018. Nahas, diabaikan pemerintah.
"Sekarang, Presiden Jokowi sendiri yang sudah langsung pegang datanya. Termasuk nama-nama dari 110 anak-anak dari total 243 sipil yang meninggal. Akankah presiden tetap tidak mengindahkan permintaan tersebut?" kata dia.