Sebanyak 22 negara di dunia menyatakan solidaritasnya pada Inggris, dengan mengusir para diplomat Rusia. Dilansir CNN, tindak pengusiran itu dilakukan di 16 negara anggota Uni Eropa, sisanya negara-negara seperti Amerika Serikat (AS), Kanada, Ukraina, Norwegia, dan Albania
Reaksi itu sendiri lahir sebagai buntut percobaan pembunuhan pada mantan agen ganda, Sergei Skripal dan putrinya Yulia. Keduanya diserang dengan zat saraf di Salisbury, Inggris Selatan. Akibatnya, mereka harus dirawat intensif di rumah sakit.
Pemimpin Uni Eropa bersepakat, dikutip BBC, kemungkinan besar Rusia berada di balik serangan ini. Namun negara “Beruang Merah” itu menepis tudingan tersebut.
Bantahan Moscow, Rusia tak menghalangi Presiden AS untuk mengusir 60 diplomat Rusia dari negaranya. Kanada dikabarkan mengambil langkah serupa. Demikian halnya dengan Ukraina yang akan mengusir 13 belas diplomat Rusia, dan 50% dari negara-negara anggota Uni Eropa masing-masing akan mengusir empat diplomat Rusia.
Aksi pengusiran diplomat Rusia ini disambut baik Perdana Menteri Inggris Theresa May, yang diklaim sebagai wujud solidaritas.
"Kami menyambut baik tindakan sekutu-sekutu kami, yang jelas memperlihatkan bahwa kita berada dalam posisi yang sama untuk mengirim pesan kepada Rusia. Mereka tak bisa terus melanggar hukum internasional," kata PM May dalam pernyataan tertulis, Senin (26/03).
Bagi pemerintah di Inggris, pengusiran diplomat Rusia baru kali pertama dilakukan. Sementara bagi Washington, aksi ini terbilang paling besar ternjadi sejak Perang Dingin.
Kementerian Luar Negeri AS mengungkap, serangan di Inggris mengancam nyawa banyak orang serta menyebabkan sejumlah orang terluka, termasuk aparat polisi. Menurutnya, serangan ini adalah pelanggaran nyata pada hukum internasional dan konvensi senjata kimia.
Sementara Presiden Dewan Eropa, Donald Tusk, mengatakan 16 negara Eropa memutuskan untuk mengusir diplomat-diplomat Rusia 'sebagai balasan' atas insiden di Salisbury.
Di sisi lain, Rusia merespons aksi keroyokan sejumlah negara sebagai tindakan provokatif dan berjanji akan membalasnya.
"Ini adalah tindakan yang tidak bersahabat, kami akan mengambil balasan," kata Kementerian Luar Negeri Rusia.