Cendekiawan muslim Din Syamsuddin menyampaikan, tapal batas menjadi permasalahan utama pada konflik Israel dan Palestina. Hal itu diungkapkan Din, dalam acara diskusi publik yang bertajuk “Solusi 2 Negara Israel dan Palestina” oleh Universitas Paramadina, Kamis (29/9) malam.
Konflik kedua negara tersebut, menurutnya, akan menimbulkan dampak sistemik pada kehidupan global. karena muncul sikap radikal dan fundamentalis dari kelompok pendukung yang simpati ke Palestina.
Permasalahan tapal batas ini yang tidak bisa dipenuhi maupun persyaratan oleh Israel. Apalagi Israel sudah merasa agresif. Hal ini dikarenakan Palestina ingin kembali ke tapal batas sebelum adanya perang pada 1967.
“Israel tak bisa penuhi ini tapal batas, bahkan kini bertendesi ambil wilayah Palestina dengan bangun pemukiman di tepi barat, soal ibu kota ini belum bisa disepakati. Di mana wilayah Yerusalem timur ke Palestina, bagian lainnya ke Israel. Syarat ini belum tercapai, Israel sudah agresif maju menguasai Yerusalem. Parlemen Israel bahkan umumkan Yerusalem jadi ibu kota dan mendapat dukungan penuh AS ketika dipimpin Donald Trump,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia menjelaskan bahwa permasalahan utama kedua negara ini secara global dengan ketidakadilan dan standar ganda dari AS maupun negara barat, yang berakhir hanya sepihak ke Israel.
Ia mengatakan, upaya ini perlu diimbangi dengan adanya koalisi negara islam cinta damai dengan Indonesia bisa mengambil peran, bisa saja mengajak Turki, Pakistan dan jika berkenan Iran, dan ambil satu negara arab di luar Mesir dan Yordania. Hal itu dimaksudkan untuk berdialog ke negara Islam dan ke AS.
"Sekarang, ada pergeseran geopolitik harus ada tekanan pada pihak-pihak yang antidamai. Penting juga lobi-lobi Yahudi, karena mereka sangat powerfull," papar dia.
Sementara, Dubes Republik Indonesia untuk Spanyol Yuli Mumpuni Widarso menganggap, permasalahan Palestina dan Israel menjadi kunci utama dari segala masalah internasional yang terjadi. Sebenarnya dunia internasional tahu mana yang hitam dan putih dalam masalah ini. Namun ini terkait kepentingan politik.
"Saya melihat jalur penyelesaian harus tetap melalui jalur diplomatik," ucap dia.