Setelah dua dekade menjabat, Presiden Aljazair Abdelaziz Bouteflika mengumumkan dia akan mengundurkan diri sebelum masa jabatannya berakhir pada 28 April. Kabar itu muncul setelah berminggu-minggu protes massa menuntut pengunduran dirinya.
Ratusan ribu warga Aljazair turun ke jalan dalam protes mingguan yang dimulai pada akhir Februari. Demonstrasi tersebut dipicu oleh Bouteflika yang menyatakan ingin berpartisipasi dalam pilpres untuk masa jabatan kelima.
Presiden berusia 82 tahun yang kondisi kesehatannya sedang buruk itu baru-baru ini kehilangan dukungan dari sekutunya sendiri. Sejak menderita strok pada 2013, Bouteflika menggunakan kursi roda dan jarang terlihat di depan umum.
Pekan lalu, koalisi dari partai yang berkuasa di Aljazair menyerukan pengunduran diri Bouteflika, memberi tekanan padanya setelah panglima militer Aljazair Letnan Jenderal Ahmed Gaid Salah juga menuntut agar presiden dinyatakan tidak layak untuk memerintah.
Dalam pidato yang disiarkan di televisi pada Selasa (26/3), Salah mengatakan bahwa parlemen harus menerapkan Pasal 102 dari UU Aljazair, menyatakan Bouteflika tidak layak menjabat akibat kesehatannya yang buruk.
Dalam sebuah pernyataan singkat pada Senin (1/4), Presiden Bouteflika menyatakan akan mengambil langkah-langkah untuk memastikan lembaga-lembaga negara terus berfungsi selama masa transisi.
Belum jelas siapa yang akan menjadi penerusnya, meskipun pemerintah Aljazair meminta ketua majelis tinggi untuk bertindak sebagai pemimpin interim selama 90 hari hingga pilpres diselenggarakan.
Bulan lalu, Presiden Bouteflika mengurungkan niatnya untuk maju dalam pilpres yang semula dijadwalkan akan digelar pada April.
Namun, saat itu dia menyatakan masih akan memegang jabatan presiden hingga konstitusi baru diadopsi. Keputusannya itu menyulut protes berlanjut.
Pengumuman bahwa Bouteflika akan melepaskan kekuasaan datang setelah adanya perombakan kabinet dan pembentukan pemerintahan baru pada Minggu (31/3).
Tetapi kepergian Bouteflika mungkin tidak memuaskan para pengunjuk rasa. Pasalnya, mereka tidak hanya menyerukan kepergian presiden, tetapi juga seluruh rezim pemerintahan Aljazair, termasuk pihak-pihak yang berpotensi menjadi suksesornya.
"Warga Aljazair akan terus berdemonstrasi untuk penggulingan rezim dan berjuang untuk masa transisi yang dipimpin oleh tokoh-tokoh yang sejalan dengan prinsip-prinsip gerakan protes ini," kata gerakan protes Mouwatana dalam sebuah pernyataan. (The Guardian dan BBC)