Duta Besar Denmark untuk Indonesia Rasmus A. Kristensen menilai bahwa epidemi coronavirus jenis baru tidak akan memengaruhi agenda iklim secara global. Hal tersebut dia sampaikan dalam diskusi "Getting Real with Renewable Energy" di Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Jakarta, pada Rabu (4/3).
"Menurut saya, coronavirus tidak akan memiliki dampak signifikan terhadap upaya dunia mengatasi perubahan iklim. Memang tidak ada yang tahu berapa lama epidemi ini akan berlangsung, tetapi sejauh ini terlihat efeknya hanya jangka pendek," tutur Dubes Rasmus.
Dia menilai, sama seperti perubahan iklim, krisis coronavirus juga dapat dianggap sebagai pertanda akan kerentanan manusia.
"Manusia adalah spesies yang rentan di Bumi dan coronavirus seolah-olah mengingatkan kita akan hal itu, sama seperti perubahan iklim. Bedanya, perubahan iklim memiliki efek jangka panjang dan dampaknya tidak dapat terlihat hanya dalam hitungan bulan," lanjut dia.
Dubes Rasmus menjelaskan, salah satu dampak coronavirus terhadap iklim adalah menurunnya emisi karbon dioksida di beberapa negara, khususnya China yang menangguhkan aktivitas publik dan mengisolasi sejumlah.
"Terlepas dari menurunnya emisi karbon dioksida dari sejumlah negara, menurut saya, efeknya tidak akan begitu signifikan pada upaya global mengatasi perubahan iklim," jelas dia.
Pada akhir Februari, BBC melaporkan bahwa citra satelit NASA menunjukkan adanya penurunan drastis dalam tingkat polusi di sejumlah titik di China. Penurunan tersebut terjadi akibat penangguhan aktivitas sebagian besar pabrik di China demi mencegah penyebaran coronavirus.
Denmark sendiri adalah negara yang mendorong penggunaan energi terbarukan. Menurut Dubes Rasmus, negaranya memiliki banyak pengalaman terkait energi yang bersih dan terbarukan serta memiliki kebijakan proiklim yang progresif.
"Kami bersedia membagikan pengalaman dan sumber daya agar negara mana pun yang membutuhkannya dapat belajar dari kesalahan kami dan meningkatkan kesadaran terkait perlindungan lingkungan," kata dia.