close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra didakwa menghina monarki. Foto Athit Perawongmetha-Reuters
icon caption
Mantan PM Thailand Thaksin Shinawatra didakwa menghina monarki. Foto Athit Perawongmetha-Reuters
Dunia
Selasa, 18 Juni 2024 21:33

Eks-PM Thailand didakwa hina kerajaan

Tuduhan ini menjadi salah satu dari beberapa kasus pengadilan yang telah mengguncang politik Thailand.
swipe

Mantan Perdana Menteri Thaksin Shinawatra didakwa pada hari Selasa (18/6) atas tuduhan mencemarkan nama baik monarki Thailand. Dia diberikan pembebasan dengan jaminan beberapa jam setelah dakwaan secara resmi.

Tuduhan ini menjadi salah satu dari beberapa kasus pengadilan yang telah mengguncang politik Thailand.

Thaksin, tokoh politik berpengaruh meski digulingkan dari kekuasaan 18 tahun lalu, melaporkan dirinya ke jaksa Selasa pagi dan didakwa, kata Prayuth Bejraguna, juru bicara Kejaksaan Agung, pada konferensi pers dinukil Associated Press.

Thaksin dipandang sebagai kekuatan tidak resmi di balik pemerintahan yang dipimpin Pheu Thai saat ini. Dia telah melakukan perjalanan ke seantero negeri itu untuk tampil di depan umum.

Tuntutan kasus lese-majesty yang sudah berlangsung lama dipandang oleh beberapa analis sebagai peringatan dari musuh-musuh kuat Thaksin bahwa ia harus mengurangi aktivitas politiknya.

Undang-undang pencemaran nama baik monarki, sebuah pelanggaran yang dikenal sebagai lese-majesty, dapat dihukum tiga hingga 15 tahun penjara. Aturan ini merupakan salah satu undang-undang yang paling keras secara global dan telah digunakan di Thailand untuk menghukum para pengkritik pemerintah.

Thaksin digulingkan melalui kudeta militer pada tahun 2006 yang memicu polarisasi politik yang mendalam selama bertahun-tahun. Dia awalnya didakwa melakukan lese-majesty pada tahun 2016 atas pernyataan yang dia buat setahun sebelumnya kepada jurnalis di Korea Selatan. Kasus tersebut tidak dilanjutkan saat itu karena dia mengasingkan diri pada tahun 2008.

Dia secara sukarela kembali ke Thailand tahun lalu dan segera ditahan atas tuduhan terkait korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan. Namun menjalani seluruh masa hukumannya di rumah sakit dan bukan penjara karena alasan medis. Dia diberikan pembebasan bersyarat pada bulan Februari.

Thaksin kembali berkuasa ketika Partai Pheu Thai, yang dipandang sebagai mesin politiknya, bergabung dengan saingan lamanya dari kelompok konservatif untuk membentuk pemerintahan. Hukuman minimal yang ia terima ditafsirkan sebagai bagian dari kesepakatan untuk menjaga agar partai progresif Move Forward yang menempati posisi teratas dalam pemilu tahun lalu tidak berkuasa, meskipun tidak ada kesepakatan yang diakui secara publik.

Kasus Thaksin adalah yang pertama dari empat kasus penting yang melibatkan tokoh-tokoh politik penting yang akan diadili pada hari Selasa, dalam sengketa hukum terbaru yang dapat membuat Thailand terjerumus ke dalam periode ketidakpastian baru.

Kasus-kasus tersebut melibatkan beberapa politisi paling berkuasa di Thailand, termasuk perdana menterinya saat ini, dan dapat memperdalam keretakan yang telah berlangsung puluhan tahun antara kelompok konservatif-royalis dan lawan-lawannya, seperti partai berkuasa populis Pheu Thai dan partai oposisi Move Forward.

Pada hari Selasa, mahkamah konstitusi akan mengadakan sidang dalam kasus yang diajukan oleh sekelompok senator yang meminta penangguhan dari jabatan perdana menteri, Srettha Thavisin, karena menunjuk seorang pengacara dengan catatan kriminal di kabinetnya. Srettha bulan lalu mengatakan dia yakin penunjukan pengacara Phichit Chuenban sah secara hukum dan dilakukan dengan itikad baik.

Pengadilan yang sama juga akan mendengarkan kasus yang berupaya membubarkan partai oposisi populer, Move Forward, yang berkampanye untuk mengubah undang-undang penghinaan terhadap kerajaan di negara tersebut, menyusul adanya keluhan dari Komisi Pemilihan Umum Thailand.

Pengadilan diperkirakan mengumumkan sidang atau tanggal putusan berikutnya untuk kasus yang melibatkan Srettha dan Move Forward pada hari Selasa.(apnews,theguardian)

img
Arpan Rachman
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor
Bagikan :
×
cari
bagikan