Warga Georgia pergi ke tempat pemungutan suara pada Sabtu (2/10) untuk berpartisipasi dalam pemilihan umum lokal sehari setelah penangkapan mantan presiden dan politisi oposisi, Mikheil Saakashvili. Pemilihan ini dinilai dapat memecah kebuntuan politik antara partai berkuasa vs oposisi.
Saakashvili ditangkap pada Jumat (1/10) setelah ia meninggalkan Georgia pada 2013. Ia dijatuhi hukuman secara in absentia pada 2018. Ia mengatakan kepada para pendukungnya untuk memilih Gerakan Nasional Bersatu (UNM) atau partai kecil mana pun yang menentang partai berkuasa Georgian.
"Semua orang harus pergi ke tempat pemungutan suara dan memilih, dan pada 3 Oktober kita harus mengisi Lapangan Merdeka. Jika ada 100.000 orang, tidak ada yang bisa mengalahkan kita," katanya.
Pihak berwenang Georgia sudah memperingatkan bahwa dia akan ditangkap jika kembali ke Georgia. Presiden Salome Zourabichvili mengatakan tidak akan memaafkan pria berusia 53 tahun itu setelah penangkapannya dan menuduhnya sengaja mencoba mengacaukan negara.
Pemilihan yang mencakup pemilihan Wali Kota Ibu Kota Tbilisi itu menjadi penting di tengah krisis politik selama berbulan-bulan yang meletus setelah pemilihan parlemen tahun lalu.
Ketua partai oposisi utama, UNM yang didirikan Saakashvili, juga ditangkap pada Februari lalu dan dibebaskan pada Mei, di tengah desakan Uni Eropa untuk menengahi kesepakatan guna meredakan kebuntuan antara pemerintah dan partai.
Sebuah jajak pendapat baru-baru ini menunjukkan dukungan populer untuk Georgian Dream sebesar 36% atau bawah ambang batas itu. Analis politik mengatakan pemungutan suara itu dapat memicu protes jika partai yang berkuasa gagal mencapai ambang batas yang ditetapkan.
"Jika Georgian Dream tidak mendapatkan apa yang didapatnya dalam pemilihan parlemen sebelumnya, yaitu 48,22%, kita mungkin akan mengalami gejolak lagi, mungkin gelombang krisis politik lainnya," kata Soso Dzamukashvili, peneliti junior di Emerging Europe.