Pada Kamis (13/6), Jaksa Penuntut Umum Sudan mendakwa eks Presiden Omar al-Bashir melakukan korupsi. Kantor berita negara, SUNA, mengutip pejabat anonim yang mengatakan bahwa tuduhan yang dihadapi al-Bashir termasuk kepemilikan dana asing dan perolehan kekayaan secara ilegal.
Al-Bashir digulingkan dan ditangkap dalam kudeta tidak berdarah yang dipimpin militer Sudan pada 11 April. Kudeta dilakukan setelah berbulan-bulan protes massa atas 30 tahun pemerintahannya.
Sesaat setelah digulingkan, al-Bashir dijatuhi dakwaan terkait pembunuhan para demonstran selama unjuk rasa anti-rezim.
Jaksa juga memerintahkan agar al-Bashir diinterogasi atas dugaan pencucian uang dan pendanaan tindakan terorisme.
"Itu adalah keputusan yang sulit bagi para jenderal militer yang kini memerintah Sudan. Al-Bashir adalah mantan pemimpin yang dulu mereka layani untuk periode waktu yang lama," tutur dosen bidang hukum di Keele University, Awol Allo.
Peneliti Sudan di Cambridge University, Eric Reeves, mengatakan dia ragu akan ada pengadilan terbuka untuk membahas kasus ini.
Jika ada pengadilan terbuka, lanjutnya, al-Bashir bisa saja mengungkapkan kejahatan-kejahatan masa lalu yang dilakukan oleh sejumlah anggota Dewan Militer yang berkuasa.
"Alasan al-Bashir didakwa melakukan korupsi adalah karena Dewan Militer sedang mencoba mengalihkan perhatian dari tindak korupsi yang mereka sendiri lakukan. Militer menjatuhkan al-Bashir agar publik memandang mereka sebagai harapan baru," kata Reeves.
Reeves menilai hal tersebut akan melancarkan upaya Dewan Militer untuk menciptakan junta militer permanen di Sudan.
Keterlibatan AS
Ketika dipimpin oleh al-Bashir, Sudan tercantum dalam daftar "sponsor terorisme" milik Amerika Serikat. Namun, kini di bawah Dewan Militer, Sudan telah melakukan beberapa diskusi dengan utusan dari AS.
Pada Kamis, Utusan Khusus AS untuk Sudan Donald Booth dan Perwakilan Kementerian Luar Negeri AS untuk Afrika Tibor Nagy bertemu dengan Kepala Dewan Militer Abdel Fattah al-Burhan.
Burhan menyatakan bahwa rakyat Sudan mengapresiasi upaya AS untuk mencapai penyelesaian politik.
Utusan AS membantu negosiasi politik yang sedang berlangsung antara Dewan Militer dan pihak oposisi. Washington mengatakan, Booth ditunjuk untuk membantu menciptakan solusi perdamaian atas krisis yang mengguncang Sudan.
Aliansi Deklarasi Kebebasan dan Perubahan (DFCF), yang memimpin protes massa, menyatakan para pemimpinnya telah bertemu dengan dua utusan AS itu pada Rabu (12/6). DFCF mendesak adanya penyelidikan yang transparan terkait pembunuhan pada 3 Juni.
Sejumlah dokter menyatakan bahwa tindakan keras militer pada 3 Juni menewaskan sedikitnya 118 pengunjuk rasa. Namun, Dewan Militer membantahnya dan mengatakan bahwa jumlah korban tewas hanya mencapai 61 orang.
Aliansi juga menyerukan agar Dewan Militer menarik tentara dari jalan-jalan di Khartoum dan kota-kota lainnya, pencabutan blokir internet, serta pembentukan pemerintahan sipil.
Para delegasi AS juga dijadwalkan akan bertemu diplomat Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Mesir di Khartoum. Sejumlah ahli mengatakan ketiga negara itu berpihak kepada militer meski ditentang oleh sejumlah negara Barat.
Beberapa hari setelah penggulingan al-Bashir, Arab saudi dan Uni Emirat Arab menawarkan bantuan US$3 miliar kapada Khartoum, termasuk suntikan dana US$500 juta bagi bank sentral negara.
Uni Afrika, yang mengecam militer setelah kekerasan pada 3 Juni, menyampaikan ada upaya global untuk menyelesaikan krisis kepemimpinan di negeri itu.
"Saya dapat mengatakan bahwa diskusi yang kami lakukan dengan masing-masing pihak secara terpisah telah bergerak maju," kata Utusan Khusus Uni Afrika untuk Sudan Mohamed El Hacen Lebatt pada Kamis.
Media sosial jadi biru untuk Sudan
Sejumlah pengguna media sosial mengubah foto profil mereka menjadi biru sebagai tanda solidaritas untuk rakyat Sudan.
Kampanye ini dimulai setelah Mohamed Hashim Mattar (26) diduga ditembak mati oleh militer Sudan dalam kerusuhan pada 3 Juni.
Mattar menggunakan foto berwarna biru, warna favoritnya, di semua profil akun media sosialnya. Teman-teman dan keluarga Mattar memasang warna biru di foto profil mereka untuk menghormati kematiannya.
Gerakan itu segera menyebar dan beberapa pengguna media sosial memasang gambar warna biru tidak hanya sebagai bentuk penghormatan bagi Mattar, tetapi juga untuk menghargai para pengunjuk rasa lainnya yang tewas.
Tagar #BlueForSudan mendapatkan momentum di media sosial, dengan penyanyi ternama seperti Rihanna memasang warna biru sebagai foto profilnya dan menggunakan tagar itu untuk menyebarkan kesadaran atas situasi di Sudan. (Al Jazeera, CNN, dan BBC)