close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Seseorang dibawa dengan tandu oleh regu gawat darurat di tengah protes atas langkah penghematan yang dilakukan Presiden Lenin Moreno di Quito, Ekuador, Jumat (11/10). ANTARA FOTO/REUTERS/Henry Romero
icon caption
Seseorang dibawa dengan tandu oleh regu gawat darurat di tengah protes atas langkah penghematan yang dilakukan Presiden Lenin Moreno di Quito, Ekuador, Jumat (11/10). ANTARA FOTO/REUTERS/Henry Romero
Dunia
Senin, 14 Oktober 2019 09:53

Ekuador memanas selama akhir pekan

Protes di Ekuador yang berlangsung sejak Kamis, 3 Oktober, dipicu oleh kebijakan pencabutan subsidi BBM .
swipe

Polisi Ekuador bentrok dengan sejumlah orang bermasker yang meluncurkan proyektil buatan mereka di pusat Quito pada Minggu (13/10). Para demonstran menentang jam malam yang diberlakukan oleh Presiden Lenin Moreno dalam upaya memadamkan kerusuhan anti-pencabutan subsidi BBM.

Bagian dari kota dataran tinggi berpenduduk hampir tiga juta orang digambarkan menyerupai zona perang, dengan kendaraan militer lapis baja berpatroli di sejumlah dan suara-suara yang menyerupai ledakan dan tembakan terdengar. 

Warga Ekuador mengunggah video di media sosial yang mempertontonkan pembakaran blokade-blokade jalan. Protes pada hari Minggu memasuki hari ke-11 dan pada hari yang sama pula berlangsung dialog pertama antara pemerintah dan para pemimpin demonstrasi.

"Putaran awal dialog antara pemerintah dan para pemimpin protes dimulai pada hari Minggu setelah ditunda selama tiga karena kesulitan operasional," ungkap perwakilan PBB di Ekuador, yang bertindak sebagai salah satu mediator.

Pemerintah menyebutkan, sekitar 60 jalan diblokade. Namu, mereka tidak memberi rincian lebih lanjut.

Kerusuhan kali ini disebut sebagai yang terburuk di negara itu dalam lebih dari satu dekade terakhir. Selain itu, menandai titik nyala baru dalam kaitannya dengan Dana Moneter Internasional (IMF) di Amerika Latin.  

Presiden Moreno, yang menjabat pada 2017, pada awal tahun ini meneken kesepakatan senilai US$4,2 miliar dengan IMF. Langkah tersebut memicu kemarahan banyak pendukung Rafael Correa, mantan presiden yang berhaluan kiri sekaligus mentor Moreno.

Moreno membela kebijakan penghematannya, melalui pencabutan subsidi BBM, sebagai bagian penting dari upayanya untuk merapikan keuangan negara. Dia membantah tindakan itu diminta oleh IMF.

Kerusuhan pertama kali meletus oleh demonstrasi yang dipimpin para sopir truk. Berikutnya, warga pribumi mengambilalih kepemimpinan. Mereka mengklaim ekstremis dari luar komunitas mereka adalah pihak yang memicu bentrokan.

Pemerintah pun dikecam atas tindakan keras terhadap pemrotes yang disebut tidak proporsional.

Demokrasi yang diwarnai kerusuhan telah memicu Moreno mengumumkan pemindahan pusat pemerintahan dari Quito ke Guayaquil pada Senin (7/10). Setelah itu, dia memerintahkan pemberlakuan jam malam di Quito dan area sekitarnya serta memerintahkan militer untuk menggunakan kekuatan jika diperlukan demi memulihkan situasi di seluruh negeri.

Sementara itu, Jaime Vargas, pemimpin organisasi adat terbesar Ekuador (CONAIE), menegaskan bahwa pihaknya akan terus mengadakan protes sampai pemerintah mengembalikan subsidi BBM.

"Saat ini, mobilisasi berlangsung di seluruh negeri ... Itu cara kita untuk melawan," kata Vargas kemarin lewat sebuah video yang diunggah di media sosial.

Menurut ombudsman, setidaknya tujuh orang dilaporkan tewas, beberapa ratus lainnya terluka dan lebih dari 1.000 orang ditangkap sepanjang demonstrasi yang berlangsung sejak Kamis, 3 Oktober.

Para aktivis HAM mengecam pemerintah yang menilai pendekatan mereka terhadap para demonstran terlalu keras.

"Pembunuh!," teriak seorang perempuan dari jendela kediamannya di Distrik Mariscal kepada helikopter militer yang mengudara.

Moreno sendiri telah menyerukan perdamaian, menyalahkan kerusuhan pada apa yang disebutnya "kekuatan gelap" yang terkait dengan Correa. Sebagai buktinya, pemerintah Moreno merujuk pada serangan ke kantor pengawas keuangan, tempat dokumen terkait penyelidikan terhadap penyalahgunaan anggaran di bawah pemerintahan Correa berada.

Correa, yang kini tinggal di Belgia, membantah adanya campur tangan dan menyebut Moreno berkhianat karena berganti haluan ke kanan setelah terpilih melalui platform kiri.

Adapun CONAIE mengecam Correa sebagai oportunis yang tidak tahu malu.

"Gerakan Correa mengkriminalisasi dan membunuh orang-orang kami selama 10 tahun," twit CONAIE. "Hari ini dia ingin memanfaatkan platform kita untuk perjuangan."

Hampir seluruh penerbangan keluar dari Quito dibatalkan pada Minggu.

img
Khairisa Ferida
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan