close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi Turki / Pixabay
icon caption
Ilustrasi Turki / Pixabay
Dunia
Senin, 09 Juli 2018 14:10

Jelang pelantikan Erdogan, Turki pecat 18.000 PNS

Hampir 9.000 petugas polisi, 6.000 anggota militer, dan 199 akademisi dari seluruh Turki termasuk di antara mereka yang diberhentikan.
swipe

Pemerintah Turki pada hari Minggu (8/7) memecat lebih dari 18.000 pegawai negeri atas dugaan terkait dengan kelompok-kelompok teror. 

Hampir 9.000 petugas polisi, 6.000 anggota militer, dan 199 akademisi dari seluruh Turki termasuk di antara mereka yang diberhentikan melalui dekrit yang dirilis dalam sebuah Berita Negara atau Official Gazette. Untuk selanjutnya, paspor mereka akan dicabut. Demikian seperti dikutip dari Telegraph, Senin (9/7).

Pemecatan ini terjadi sehari sebelum Recep Tayyip Erdogan (64) disumpah untuk masa jabatan keduanya, menyusul kemenangannya dalam pemilu presiden pada bulan lalu. 

Erdogan telah melakukan serangkaian pembersihan sejak kudeta gagal pada Juli 2016. Kudeta itu dituding upaya militer Turki untuk menggulingkan pemerintahan yang sah.

Turki menuding Fethullah Gulen, ulama dan pengusaha yang hidup di pengasingannya di Pennsylvania, Amerika Serikat, sebagai dalang di balik kudeta gagal tersebut. Selain itu, status darurat diterapkan dan sejumlah pegawai negeri 'dirumahkan'.

Status darurat kelak akan dicabut pasca-pelantikan Erdogan, sesuai dengan pernyataannya pada Juni lalu. Dikabarkan, masyarakat Turki lebih banyak mengharapkan pencabutan status darurat ketimbang 'pengetatan sekrup' lebih lanjut.

Menurut kantor HAM PBB, lebih dari 160.000 pegawai negeri telah dipecat sebelum pemecatan terbaru pada hari Minggu kemarin. Sekitar sepertiga telah secara resmi didakwa dan dibui selama persidangan.

Langkah-langkah kontroversial tersebut diklaim pemerintah Turki untuk memerangi ancaman terhadap keamanan nasional. Namun para kritikus berpendapat bahwa itu merupakan langkah pembersihan bagi individu atau kelompok yang kemungkinan menentang kebijakan Erdogan.

Pada April 2017, sejarah tercatat di Turki di mana Erdogan memimpin referendum konstitusi yang mengadopsi 18 amandemen, termasuk penghapusan jabatan perdana menteri, penggantian sistem parlemen ke sistem presidensial, dan peningkatan kekuasaan presiden secara signifikan.

Para sekutu Turki, khususnya di Barat, menuduh Erdogan otoritarian dan menggunakan langkah-langkah kontroversial pasca-kudeta sebagai alasan untuk meredam perbedaan pendapat.

img
Khairisa Ferida
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan