close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
Ilustrasi / Pixabay
icon caption
Ilustrasi / Pixabay
Dunia
Senin, 18 Maret 2019 12:42

Filipina resmi keluar dari Mahkamah Pidana Internasional

Filipina menjadi negara kedua yang mengambil langkah keluar dari ICC setelah Burundi.
swipe

Filipina telah secara resmi keluar dari Mahkamah Pidana Internasional (ICC). Penarikan diri resmi Manila pada Minggu (17/3) terjadi satu tahun setelah mereka mengumumkan kepada PBB soal keputusannya itu.

Filipina menjadi negara kedua yang mengambil langkah ini setelah Burundi.

"Sekretaris Jenderal ... memberi tahu semua negara yang bersangkutan bahwa penarikan diri Filipina berlaku pada 17 Maret," ungkap juru bicara PBB Eri Kaneko pada Jumat (15/3).

Di bawah perjanjian, penarikan hanya efektif satu tahun setelah suatu negara memberikan pemberitahuan tertulis tentang keputusannya kepada Sekjen PBB.

Di bawah piagam ICC, kasus yang melibatkan negara penandatangan yang sudah menanti di pengadilan sebelum penarikan juga tidak dapat dihentikan. Itu berarti pemeriksaan awal atas kemungkinan kejahatan terhadap kemanusiaan dalam perang narkoba Duterte oleh Jaksa ICC Fatou Bensouda pada Februari 2018 akan berlanjut.

Adapun juru bicara Duterte pada Minggu (17/3) mengatakan bahwa Filipina secara hukum tidak pernah bergabung dengan perjanjian ICC. Itu merujuk pada argumen bahwa Filipina tidak menyelesaikan seluruh langkah yang seharusnya dilakukan untuk meresmikan pengadopsiannya.

"Posisi kami mengenai isu ini tetap jelas, tegas, dan tidak fleksibel: Filipina tidak pernah menjadi negara penandatangan Statuta Roma yang menciptakan ICC," kata jubir Duterte, Salvador Panelo. "Sejauh yang kami ketahui, pengadilan ini tidak ada dan tindakannya sia-sia."

Perang narkoba Duterte adalah inisiatif kebijakan khasnya dan dia mempertahankannya dengan keras, terutama dari para kritikus internasional seperti para pemimpin dan lembaga Barat yang menurutnya tidak peduli dengan negaranya.

Duterte telah menjelaskan bahwa pemerintahnya tidak akan bekerja sama dengan ICC lewat cara apa pun.

"Pengadilan tidak pernah bisa mendapatkan yurisdiksi atas orang-orang saya, tidak dalam sejuta tahun," katanya dalam sebuah pidato pada Rabu (13/3).

Polisi Filipina mengatakan mereka telah membunuh 5.176 pengguna atau penjual yang menentang penangkapan, tetapi kelompok HAM mengatakan jumlah sebenarnya yang tewas setidaknya tiga kali lipat dari itu.

Langkah Filipina untuk keluar mencerminkan serangkaian kemunduran untuk ICC, termasuk pembebasan mantan pemimpin Pantai Gading Laurent Gbagbo dan vonis tidak bersalah atas mantan Wakil Presiden Kongo Jean-Pierre Bemba Gombo.

Dalam gelombang pembelotan yang belum pernah terjadi sebelumnya, sejumlah negara Afrika seperti Zambia, Afrika Selatan, Kenya dan Gambia, juga telah mengumumkan keluar atau menyatakan minat untuk menarik diri dari ICC. Menurut mereka, ICC bersikap bias terhadap orang Afrika.

Menteri Luar Negeri Mike Pompeo mengumumkan pada Jumat bahwa Amerika Serikat akan mencabut atau menolak visa personel ICC yang ingin menyelidiki kemungkinan kejahatan perang oleh pasukan AS atau sekutu di Afghanistan

Namun, sedikit angin segar datang ketika Malaysia secara resmi bergabung, menjadikannya salah satu dari sedikit anggota ICC asal Asia.

img
Khairisa Ferida
Reporter
img
Khairisa Ferida
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan