Pada Selasa (16/7), Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi mengadakan pertemuan bilateral dengan Menteri Luar Negeri Singapura Vivian Balakrishna di Kementerian Luar Negeri RI, Jakarta. Salah satu topik utama yang dibahas adalah wilayah informasi penerbangan (FIR) kedua negara.
"Tadi kami bertukar pandangan mengenai masalah FIR. Sekarang pembicaraan pada tingkat teknis antara Kementerian Perhubungan RI dan Kemhub Singapura sudah terus dilakukan. Progres sudah ada dan isu ini akan terus kita bahas," tutur Menlu Retno kepada wartawan usai pertemuan bilateral.
FIR berdampak pada otoritas untuk mengontrol lalu lintas udara di suatu wilayah. Sejak 1946, FIR di wilayah udara Kepulauan Riau diatur oleh Singapura. Artinya, pesawat mana pun yang melewati wilayah udara itu harus melapor kepada otoritas penerbangan Singapura.
Menlu Retno mengatakan, dalam waktu dekat ini Menteri Perhubungan RI Budi Karya Sumadi berencana untuk bertemu langsung dengan Menhub Singapura. Kedua menteri akan membahas proposal Indonesia terkait pengaturan kembali FIR Indonesia-Singapura di wilayah udara Kepulauan Riau.
"Saya belum dapat menyampaikan isi proposalnya karena belum ada kesepakatan yang dicapai. Yang pasti diskusi secara serius terus dilakukan," tegasnya.
Selain dengan Singapura, Indonesia sebelumnya telah merundingkan persoalan FIR dengan Malaysia. Pasalnya, ruang udara di kepulauan Natuna diatur oleh Malaysia. Setelah serangkaian dialog, pada Januari, Malaysia dan Indonesia menyepakati penyusunan kembali FIR di wilayah tersebut.
"Setelah Malaysia, sekarang membahas dengan Singapura. Dari beberapa diskusi, kami melihat sudah ada beberapa kesepahaman antara Indonesia dan Singapura," jelas Retno.
Menlu Retno menegaskan bahwa FIR tidak terkait isu kedaulatan negara dan persoalan ini bukan masalah yang sederhana. FIR, jelasnya, membahas mengenai keamanan dan pengaturan lalu lintas udara.
"Jadi, kami lihat dulu di mana titik temu Indonesia dan Singapura terkait persoalan ini untuk kemudian dijadikan basis agar pembahasan FIR bisa maju," kata dia.
Menlu Retno menyampaikan bahwa pembahasan terkait FIR dengan Singapura sempat vakum dan terhambat. Maka itu, berlanjutnya pembicaraan antara kedua negara sudah dapat dipandang sebagai kemajuan yang cukup signifikan.
"Kalau dilihat perjalanannya, dulu masih nol dan kini sudah ada progres secara signifikan. Mudah-mudahan secara bertahap akan ada progres yang dapat diterjemahkan dalam bentuk konkret," lanjut Menlu Retno.
Repatriasi Rohingya
Selain membahas FIR, kedua menlu juga membicarakan isu Rakhine State, khususnya upaya untuk menindaklanjuti laporan tim penilaian kebutuhan awal (PNA) dari ASEAN Coordinating Centre for Humanitarian Assistance (AHA Centre).
"Tentunya kami sepakat bahwa repatriasi perlu dilakukan secepat mungkin dan harus terjadi secara sukarela, aman, serta bermartabat," ujar Menlu Retno.
Menurut Menlu Retno, keamanan menjadi faktor penting dan dia menilai, hingga kini situasi di Rakhine State belum kondusif untuk menerima kepulangan pengungsi Rohingya.
"Oleh karena itu, kita juga akan melanjutkan komunikasi dengan Myanmar agar masalah keamanan ini bisa dijamin lebih dahulu," lanjutnya.
Indonesia dan Singapura, tambahnya, dapat membantu proses repatriasi dari segi pembangunan kapasitas dan penyediaan fasilitas. Namun, untuk persoalan keamanan merupakan tanggung jawab penuh pemerintah Myanmar.
"Terkait masalah keamanan, kami harus menghormati Myanmar. Itu menjadi tugas dan tanggung jawab sepenuhnya dari pemerintah Myanmar," ungkap Menlu Retno.