Tokoh oposisi Kamboja Sam Rainsy (70) pada Minggu (10/11) mengatakan bahwa dia akan membantu mengoordinasi aksi protes terhadap pemerintah yang dipimpin Perdana Menteri Hun Sen. Demonstrasi, menurutnya, bertujuan untuk membangun tekanan internasional yang semakin besar demi perubahan di negara asalnya.
Kepada Reuters di Malaysia, Rainsy mengatakan bahwa kebijakan PM Hun Sen (67) untuk membebaskan tokoh oposisi lainnya, Kem Sokha, dari statusnya sebagai tahanan rumah dipengaruhi oleh tekanan internasional. Sejak dua tahun lalu Kem Sokha didakwa melakukan pengkhianatan.
"Untuk menjaga tekanan terhadap Hun Sen, kami akan mengoordinasi unjuk rasa di seluruh negeri dan ada juga kampanye di Facebook untuk mendorong orang-orang menyukai dan membagikan apa yang kami unggah," kata Rainsy.
Rainsy, terbang ke Malaysia pada Sabtu (9/11) dan mengatakan kepada para pendukungnya untuk menjaga harapan setelah janji untuk kembali ke negaranya pada hari itu gagal. Sebelumnya, sejumlah tokoh oposisi Kamboja dari Partai Penyelamatan Nasional Kamboja (CNRP), mengatakan akan pulang ke negara mereka untuk untuk menyelamatkan demokrasi negara itu yang terancam.
PM Hun Sen, seorang mantan komandan Khmer Merah, telah memerintah Kamboja dengan tangan besi selama 34 tahun.
Seorang juru bicara Kementerian Luar Negeri Kamboja menuturkan bahwa setiap permohonan untuk demonstrasi oleh Rainsy tidak akan berguna setelah dia gagal menepati janjinya untuk kembali ke negara itu pada Sabtu, bertepatan dengan peringatan 66 tahun kemerdekaan Kamboja dari penjajahan Prancis.
"Para pendukungnya telah kehilangan kepercayaan diri dan keyakinan terhadap dia karena hal-hal yang dia janjikan berulang kali tidak pernah terjadi," ujar Koy Kuong, menambahkan bahwa tidak ada pengaruh asing yang memengaruhi kasus Kem Sokha.
Rainsy yang melarikan diri ke pengasingan pada 2015, tidak menjelaskan bagaimana pihaknya berencana untuk mengoordinasi demonstrasi di negara di mana pasukan keamanan telah menangkap 50 orang yang dituduh memiliki relasi dengan oposisi dalam beberapa pekan terakhir dan menindak setiap perbedaan pendapat.
Namun, dia menyadari bahwa membagikan pesan antipemerintah di media sosial dapat berisiko bagi masyarakat Kamboja. Pemerintah Hun Sen telah menegaskan akan menindak siapa pun yang mengancam keamanan nasional.
"Kami akan mendorong orang agar tidak takut," kata Rainsy.
Rainsy tidak mengatakan apakah, kapan atau bagaimana dia sekarang berencana untuk kembali ke Kamboja setelah melarikan diri dari dakwaan pencemaran nama baik dan sejumlah tuduhan lain yang disebutnya politis.
"Dalam waktu dekat, kami akan menemukan cara dan sarana untuk kembali ke Kamboja. Saya tidak bisa menjelaskannya secara rinci, tetapi yang pasti kami akan kembali ke negara kami," ujar dia.
Rainsy menuturkan, sudah jelas bahwa tekanan internasional berdampak pada Kamboja dengan Uni Eropa yang akan segera memutuskan pekan ini apakah akan melanjutkan ancaman untuk menghapus negara itu dari preferensi dagang atas tindakan pemerintah Hun Sen terhadap oposisi.
Menurut Duta Besar Kamboja untuk Indonesia Hor Nam Bora, CNRP yang didirikan oleh Rainsy dan Kem Sokha telah dibubarkan oleh Mahkamah Agung Kamboja pada 16 November 2017
"Tekanan internal dan eksternal akan bergabung dengan hasil akhir membuat mundur Hun Sen, membuat Hun Sen menarik semua tindakan represif," tegas Rainsy seraya menyerukan agar semua dakwaan terhadap Kem Sokha dicabut dan status partainya dipulihkan.
Rainsy diizinkan masuk ke Malaysia setelah upaya sebelumnya untuk terbang ke Thailand dari Paris dibatalkan karena dia dilarang menaiki pesawat Thai Airways.
Meski sudah dibebaskan, dakwaan terhadap Kem Sokha belum dicabut dan dia tetap dilarang berpolitik atau meninggalkan Kamboja. Pada Senin (11/11), Kem Sokha dilaporkan bertemu dengan Duta Besar Prancis untuk Kamboja Eva Nguyen Binh. (VOA, BBC dan Reuters)