Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph Donovan, Wakil Menteri Luar Negeri RI Mahendra Siregar, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan meresmikan Gedung Sjahrir di kompleks Kedutaan Besar AS di Jakarta pada Kamis (23/1).
Bangunan itu diresmikan setelah melewati proses restorasi selama sembilan bulan.
Dalam pidatonya, Dubes Donovan menyatakan bahwa gedung yang juga disebut Heritage Building tersebut melambangkan komitmen bersama AS dan Indonesia.
"Gedung ini menjadi simbol komitmen, kemitraan, dan persahabatan antara AS dan Indonesia. Bangunan ini mewakili semangat kemitraan tersebut," tutur dia.
Pada 1949, gedung itu dijadikan kantor dan kediaman bagi delegasi Indonesia yang dipimpin oleh Sutan Sjahrir, perdana menteri pertama Indonesia, untuk persiapan Konferensi Meja Bundar (KMB) di Den Haag, Belanda.
Gedung tersebut kemudian sempat dijadikan Kantor Perwakilan Pemerintah AS di Jakarta pada 1952. Pada tahun yang sama, AS membeli tanah di sebelah gedung itu dan membangun kompleks kedutaan resmi pada 1958.
Donovan menuturkan, karena bangunan tersebut bagian dari kompleks Kedubes AS, maka mereka memiliki tanggung jawab khusus untuk melestarikan dan mempromosikan bagian dari sejarah Indonesia itu.
"AS merasa terhormat memiliki hak istimewa dan diberikan kepercayaan oleh pemerintah Indonesia untuk merawat gedung ini. Kami berkomitmen untuk melestarikan sejarah itu," kata dia.
Keterangan foto: Tampak depan Gedung Sjahrir di kompleks Kedubes AS. Alinea.id/Valerie Dante
Dalam kesempatan yang sama, Wamenlu Mahendra menyatakan bahwa Gedung Sjahrir merupakan lambang kedekatan kedua negara, bahkan sebelum hubungan diplomatik resmi terjalin pada 1949.
"Sejarah tersebut benar-benar sesuatu yang harus kita rayakan, kita kerap mengabaikan dimensi penting itu dari hubungan kedua negara," lanjut Mahendra.
Dia mengapresiasi upaya AS dalam merestorasi gedung yang memiliki nilai sejarah, diplomasi, serta kemerdekaan bagi Indonesia dan AS.
Selain melambangkan hubungan AS-Indonesia, Donovan menyebut bahwa Gedung Sjahrir merupakan saksi bisu semangat perjuangan demokrasi Indonesia.
"Kerja keras para delegasi Indonesia di KMB, bersama dengan upaya rakyat Indonesia di seluruh nusantara, terakumulasi dalam serah terima kedaulatan Indonesia dari Belanda pada 27 Desember 1949," lanjut Dubes Donovan. "Jadi, dalam arti tertentu, gedung bersejarah ini menghormati perjuangan mereka sebagai pelopor demokrasi Indonesia."
Selain merestorasi Gedung Sjahrir, Kedubes AS juga mengadakan pameran di dalam bangunan itu yang menampilkan kisah perjuangan kemerdekaan Indonesia pada 1945-1949, serta dukungan AS saat Indonesia berupaya menentukan nasibnya sendiri.
Pameran tersebut, tambah Dubes Donovan, menggambarkan masa kemerdekaan Indonesia yang penuh perjuangan dan tekad yang luar biasa.
Gubernur Anies Baswedan mengungkapkan bahwa dia ingin agar nantinya Gedung Sjahrir menjadi tempat yang dapat dikunjungi warga, khususnya para pelajar.
"Dubes Donovan sudah bilang bahwa pihaknya sedang mengatur hal ini karena bangunan itu kan terletak di dalam kompleks Kedubes AS jadi harus mempertimbangkan hal-hal terkait keamanan," ujar dia. "Nanti kita cari caranya supaya bisa."
Anies menjelaskan, seluruh biaya restorasi dan pendirian pameran ditanggung oleh Kedubes AS. Sementara itu, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta berkontribusi dengan memberikan bantuan konsultasi dari Tim Ahli Cagar Budaya (TACB) bagi pihak kedutaan.
Gedung Sjahrir dibangun pada Abad ke-19 sebagai sebuah vila mewah bergaya arsitektur New Indies yang diadaptasi untuk menyesuaikan dengan iklim tropis di Indonesia.
Gaya New Indies sendiri disebut sebagai perpaduan antara arsitektur Barat dan Jawa yang ditandai oleh tata letak langit-langit yang tinggi, dinding tebal, dan lantai marmer. Bagian depan gedung satu lantai tersebut dilengkapi dengan pilaster ala Tuskani yang membingkai jendela dan pintu masuk.