Ribuan anak muda dari seluruh dunia melakukan long march di Glasgow, Skotlandia, menuntut aksi nyata penanggulangan krisis iklim dari ratusan pemimpin dunia yang menghadiri Conference of the Parties (COP) 26, Sabtu (6/11). Aktivis lingkungan, Gretha Thunberg, menyebutkan kesepakatan dalam COP26 kemungkinan hanya sebagai isapan jempol.
Dilansir dari BBC, aksi ini menjadi protes terbesar selama penyelenggaraan COP26. Unjuk rasa digagas oleh Fridays for Future Scotlands, sebuah grup anak-anak muda yang terinspirasi aktivitas Gretha Thunberg di bidang lingkungan hidup.
Polisi bahkan mengamankan seorang peserta aksi yang berasal dari lembaga penelitian Scientist Rebellion lantaran memblokade jembatan sungai Clyde. Long march bertajuk Global Day of Action for Climate Justice diawali dari Kelvingrove Park. Ribuan anak muda itu berjalan mengelilingi Kora Glasgow. Massa bahkan berasal dari berbagai negara seperti Turki, Kanada, dan Australia.
Menanggapi aksi ini, dosen senior dari Durell Institute of Conservation and Ecology, Charlie Gardner, menyerukan para ilmuan tak bisa sepenuhnya bergantung kepada para pemimpin untuk melindungi lingkungan mereka. “Kami memiliki kewajiban moral untuk beraksi,” ujar Gardner seperti dikutip BBC.
Di media sosial Twitter, Gardner menggiring opini lebih dari 15.000 ilmuan yang mendeklarasikan darurat iklim, namun sebagian besar dari mereka tidak beraksi layaknya keadaan darurat. “Kita perlu mendorong orang lain, ilmuwan, bahkan masyarakat umum untuk menyadari bahwa kita berada di keadaan darurat iklim dan harus melawan sistem yang justru membunuh semuanya,” kata dia.
Senada dengan itu, Gretha Thunberg mengecam pelaksanaan COP26 dan menyebutnya sebagai sebuah kegagalan. “Bukan rahasia lagi bahwa COP26 gagal. Seharusnya kita tidak menyelesaikan krisis dengan metode yang sama," ujar Thunberg di Glasgow.
Greta Thunberg menyatakan pendapatnya di hadapan ribuan aktivis lingkungan saat berunjuk rasa di Glasgow. COP, menurut Gretha Thunberg, telah berubah menjadi acara kehumasan bagi para pemimpin dunia.
Mereka memberikan pidato yang indah dan mengumumkan komitmen dan target yang bagus. Padahal, di lapangan, pemerintah negara-negara global utara seperti Rusia dan China menolak mengambil tindakan iklim yang drastis.