Israel dan Honduras pada Selasa (2/1), sepakat untuk mendorong pembukaan kedutaan besar masing-masing negara di Yerusalem dan Tegucigalpa.
Kesepakatan itu datang ketika PM Benjamin Netanyahu bertemu dengan Presiden Juan Orlando Hernandez dan Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Mike Pompeo di sela-sela pelantikan Jair Bolsonaro sebagai presiden Brasil.
Lewat pernyataan bersama dari tiga negara diumumkan bahwa mereka sepakat untuk berupaya mewujudkan rencana aksi, yang mencakup pertemuan di tiga ibu kota masing-masing negara, untuk memajukan proses keputusan pembukaan kedutaan besar di Tegucigalpa dan Yerusalem.
Tegucilpa dilaporkan telah menyatakan minatnya untuk memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem dengan imbalan Israel meningkatkan status misi diplomatiknya di Honduras, yang berupa konsulat ke sebuah kedutaan, serta berbagai informasi tentang keamanan dunia maya, teknologi air, pertanian, serta penegakan hukum.
Menurut laporan TV Israel bulan lalu, Honduras juga telah mengupayakan peningkatan hubungan dengan pemerintahan Trump sebagai bagian dari kesepakatan.
"Kedua pihak sepakat untuk memperkuat hubungan politik dan mengoordinasikan kerja sama pembangunan di Honduras," demikian pernyataan bersama yang dirilis pada Selasa kemarin.
Sebelumnya, kantor Netanyahu merilis sebuah pernyataan yang menyebutkan bahwa dia telah membahas upaya untuk memajukan pembukaan kedutaan besar di Yerusalem dan Tegucilpa dengan Hernandez dan Pompeo.
Netanyahu juga bertemu secara terpisah dengan Hernandez, meski pun tidak ada informasi yang dirilis terkait pertemuan itu.
Pernyataan Israel juga menyatakan bahwa Presiden Guatemala Jimmy Morales dan Sara Netanyahu telah berbincang dengan Hernandez via telepon terkait pemindahan kedutaan besar ketika istri PM Netanyahu itu mengunjungi Guatemala bulan lalu.
Guatemala adalah satu-satunya negara selain Amerika Serikat yang memiliki kedutaan besar di Yeruasalem. Menurut PM Netanyahu, egara Latin lainnya, Brasil, telah berjanji untuk mengikuti jejak mereka.
Ada pun Paraguay sempat memindahkan kedutaan besarnya ke Yerusalem, namun itu hanya berlangsung sebentar sebelum pemerintahan baru yang dipimpin Mario Abdo Benítez membalikkan kembali kebijakan pendahulunya Horacio Cartes.
Kementerian Luar Negeri Israel sebelumnya mengatakan, delegasi Honduras telah mengunjungi Israel pada akhir bulan lalu untuk membahas perluasan hubungan dan kemungkinan pembukaan kedutaan.
Tahun lalu, Honduras adalah satu dari delapan negara yang menentang resolusi Majelis Umum PBB yang mengutuk pengakuan Presiden AS Donald Trump Desember 2017 atas Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Negara lain yang menolaknya adalah Guatemala, Israel, Kepulauan Marshall, Mikronesia, Nauru, Palau dan Togo.
Duta Besar AS untuk PBB Nikki Haley, memberikan banyak pujian pada Honduras, dengan mengatakan itu menunjukkan ikatan kedua negara jelas.
"Itu bukan keputusan yang mudah bagi negara mana pun untuk memilih, tetapi rakyat Honduras mendukung kami untuk dapat membuat keputusan bagi diri kami sendiri dan memutuskan di mana kami ingin kedutaan kami berdiri," kata Haley dalam konferensi pers bersama dengan Hernandez pada Maret 2018.
Pasca-pengakuan Yerusalem oleh AS, PM Netanyahu dinilai telah membuat dorongan kuat bagi negara-negara untuk mengikut jejak AS dengan memindahkan kedutaan besar mereka ke Yerusalem.
Australia sempat membuat memicu kekhawatiran ketika mengindikasikan akan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Namun, PM Scott Morrison menegaskan hanya mengakui Yerusalem Barat sebagai ibu kota Israel dan tidak akan memindahkan misi diplomatik mereka dari Tel Aviv.
Rumor yang berkembang menyebutkan bahwa presiden Moldova berencana untuk menggeser kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem. Namun, kabar ini belum terverifikasi.
Israel mengklaim seluruh Yerusalem sebagai ibu kotanya yang tidak terbagi, sementara orang-orang Palestina melihat bagian timur kota itu sebagai ibu kota negara mereka di masa depan.
Sebagian besar komunitas internasional menyatakan bahwa status Yerusalem harus ditentukan melalui negosiasi antara Israel dan Palestina. (The Times of Israel)