Raksasa telekomunikasi asal China, Huawei, pada Selasa (31/12) mengatakan bahwa kelangsungan hidup akan menjadi prioritas mereka pada 2020.
Dalam pesan tahun baru yang ditujukan kepada karyawan, Ketua Huawei Eric Xu mengatakan bahwa pemerintah Amerika Serikat tengah melakukan kampanye jangka panjang yang menyulitkan Huawei untuk bertahan hidup dan berkembang.
"Kelangsungan hidup akan menjadi prioritas kami pada 2020," kata Xu yang kali ini menjadi ketua di bawah skema kepemimpinan bergilir perusahaan.
Pernyataan tersebut menyusul pengumuman perusahaan yang menyebut, penjualan pada 2019 gagal memenuhi proyeksi awal. Kegagalan itu, jelas Huawei, akibat sanksi yang diterapkan AS.
Xu memperkirakan bahwa revenue pada 2019 akan menyentuh US$121 miliar, naik sekitar 18% dari tahun sebelumnya, tetapi lebih rendah dari proyeksi perusahaan. Pada awal tahun, Huawei memperkirakan akan meraup revenue US$125 miliar.
Dia menyatakan, Huawei perlu berusaha sekuat tenaga untuk membangun ekosistem layanan seluler demi memastikan perusahaan dapat terus menjual smartphone di pasar luar negeri.
Lebih lanjut, Xu mengungkapkan bahwa keamanan siber dan privasi pengguna juga menjadi agenda prioritas Huawei.
"Huawei akan terus mematuhi semua hukum dan peraturan terkait di setiap pasar tempat kami beroperasi," ujar dia.
Para pakar telekomunikasi menganggap Huawei sebagai salah satu perusahaan peralatan 5G terdepan di dunia. Namun, mereka telah menghadapi hambatan akibat tudingan AS.
Kepala Intelijen AS mengklaim bahwa Huawei tidak dapat dipercaya dan perangkatnya merupakan ancaman bagi keamanan nasional. Tudingan itu dibantah oleh perusahaan yang bermarkas di Shenzhen tersebut.
AS telah melarang perusahaan-perusahaannya berbisnis dengan Huawei. Langkah itu secara otomatis memblokir jalan Huawei untuk mengakses Android, sistem operasi smartphone milik Google.
Operator telekomunikasi asal Norwegia, Telenor, dan asal Swedia, Telia, juga menolak Huawei sebagai pemasok jaringan 5G mereka setelah diberi peringatan oleh badan intelijen Eropa.
Sementara itu, Australia dan Jepang mengambil langkah-langkah untuk memblokir atau secara ketat membatasi partisipasi Huawei dalam kerja sama jaringan 5G mereka.
Awal Desember, Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengisyaratkan bahwa kemungkinan besar pihaknya juga akan mengikuti langkah Australia dan Jepang.
Huawei didirikan oleh mantan insinyur di Tentara Pembebasan Rakyat China (PLA) Ren Zhengfei pada 1987. Perusahaan telekomunikasi itu menjadi sorotan dunia ketika pada Desember 2018, putri Ren yang merupakan eksekutif senior Huawei, Meng Wanzhou, ditangkap di Kanada atas permintaan AS.
Washington ingin mengadilinya karena dituduh melanggar kebijakan sanksi AS terhadap Iran. (Channel News Asia)