Direktur Fasilitas Promosi Regional Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Indra Darmawan mengatakan, langkah Hyundai Motor Company berinvestasi di Indonesia menginspirasi perusahaan Korea Selatan lainnya untuk melakukan hal serupa.
Dalam kunjungan Presiden RI Joko Widodo ke kompleks pabrik Hyundai di Ulsan pada Selasa (26/11), Hyundai menyatakan siap membangun pabrik di Indonesia dengan investasi kurang lebih US$1,5 miliar.
"Jumlah itu di atas ekspektasi, pada awalnya kami memprediksi Hyundai hanya akan berinvestasi sebesar US$1 miliar. Langkah Hyundai menjadi inspirasi bagi perusahaan Korea Selatan lainnya untuk datang dan berinvestasi di Indonesia," ujar dia dalam 'Diplomatic Forum' di Gedung RRI, Jakarta, pada Kamis (28/11).
Hyundai akan membangun pabrik di wilayah Bekasi, Jawa Barat. Perusahaan otomotif itu diharapkan dapat memulai produksi komersial pada pertengahan 2021 dengan kapasitas tahunan sekitar 150.000 unit.
Dia menyebut, investasi Hyundai datang tepat saat Jakarta dan Seoul menyepakati "Joint Declaration on the Final Conclusion of the Negotiations of the Republic of Korea-Republic of Indonesia Comprehensive Partnership Agreement (IK-CEPA)". Jokowi menyambut baik selesainya perundingan IK-CEPA dan berharap dokumen final dapat ditandatangani pada awal 2020.
"Sekitar empat hingga lima tahun belakangan, perundingan IK-CEPA sempat terhambat. Tetapi dengan kunjungan Presiden Jokowi ke Busan pada awal pekan ini, kami melihat Korea Selatan bergairah untuk meningkatkan kerja sama dengan Indonesia," kata dia.
Dia menambahkan, kini Korea Selatan menduduki peringkat keempat dalam daftar negara dengan investasi terbesar ke Indonesia. Berdasarkan data BKPM, total realisasi investasi Negeri Ginseng sejak 2014 hingga Triwulan I 2019 mencapai US$7,3 miliar.
Investasi asal Korea Selatan didominasi sektor industri mesin dan elektronik sebesar 15%, 13% dari pertambangan, 9% gas dan air, 8% industri sepatu, serta 8% industri karet dan plastik.
"Dulu Korea Selatan menduduki peringkat ketiga, tetapi sudah digeser oleh China," jelas Indra.
China, jelasnya, memiliki investasi besar dalam pengolahan bahan baku, khususnya pengolahan nikel, dan infrastruktur.