Indonesia menegaskan kembali sikapnya terkait dengan isu Palestina, yaitu berpegang teguh pada amanat konstitusi.
"Penyelesaian masalah Palestina harus berlandaskan pada prinsip 'solusi dua negara' yang menghormati hukum internasional dan parameter yang telah disepakati oleh dunia internasional," sebut pernyataan Kementerian Luar Negeri RI, Rabu (29/1).
Indonesia mendorong dihidupkannya kembali dialog yang melibatkan pihak-pihak terkait demi tercapainya stabilitas dan perdamaian abadi.
Pernyataan tersebut merespons pengumuman proposal perdamaian Timur Tengah ala Amerika Serikat yang diungkapkan Presiden Donald Trump pada Selasa (28/1). Peta konseptual yang ditunjukkan Trump menunjukkan bahwa wilayah Palestina akan dua kali lipat lebih luas dari saat ini, dan Ibu Kota Palestina akan berlokasi di Abu Dis.
Proposal perdamaian Timur Tengah yang diumumkan Trump memberi peluang bagi berdirinya Negara Palestina yang merdeka. Dan Palestina diberikan tenggat empat tahun untuk menyetujui pengaturan keamanan dengan Israel, menghentikan serangan oleh kelompok militan Hamas, dan mempersiapkan lembaga-lembaga pemerintahan bagi sebuah Negara Palestina.
Menurut proposal itu, Israel akan bekerja sama dengan Yordania untuk memastikan status quo situs suci di Yerusalem. Selain itu, tidak akan ada warga Palestina atau Israel yang akan diusir dari rumah-rumah mereka, menunjukkan bahwa pemukiman Yahudi di Tepi Barat yang diduduki akan tetap ada.
Sementara itu, Yerusalem tetap menjadi ibu kota berdaulat Israel yang tidak terbagi. Palestina sejak awal menolak setiap proposal yang tidak menjadikan Yerusalem Timur sebagai ibu kota masa depannya.
Presiden Palestina Mahmoud Abbas mengejek rancangan yang digembar-gemborkan Trump sebagai "kesepakatan abad ini" dengan menggambarkannya sebagar "tamparan abad ini".
Dengan berbagai syarat ketat yang diberlakukan terhadap Palestina, dan keuntungan yang didapat Israel, proposal perdamaian Trump dinilai nyaris tidak mungkin menghidupkan kembali perundingan Israel-Palestina yang mandek sejak 2014.