Daftar negara yang memutuskan melakukan boikot diplomatik terhadap Olimpiade Beijing 2022 terus bertambah. Inggris dan Kanada mengumumkan akan melakukan boikot diplomatik menyusul dua negara sebelumnya, yakni Amerika Serikat dan Australia.
Situs BBC menyebutkan pada Rabu (8/12) Perdana Menteri Inggris Borris Johnson menegaskan, tidak akan ada pejabat pemerintah hadir dalam Olimpiade Beijing menyusul pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang dilakukan oleh Cina, walau Komite Beijing menyangkalnya.
Canada juga menggunakan alasan yang sama dalam pengumuman resmi mereka.
Australia dan Amerika Serikat juga mengumumkan alasan yang sama beberapa hari sebelumnya ketika keduanya juga memutuskan untuk memboikot diplomatik olimpiade.
Cina mengecam langkah yang diambil Amerika Serikat atas keputusannya terhadap olimpiade dan mengancam akan melakukan pembalasan. Kendati demikian, tidak ada penjelasan lebih lanjut mengenai pembalasan tersebut.
Sementara itu, pengumuman resmi Johnson dirilis setelah tokoh konservatif Inggris lain, Duncan Smith, juga menyuarakan boikot diplomatik terhadap olimpiade. Padahal, Johnson mengatakan kepada parlemen bahwa tidak biasanya dia mendukung boikot olahraga.
Di Ottawa, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau menyatakan, boikot diplomatik sebenarnya tak akan mengejutkan China.
"Kami selama bertahun-tahun telah sangat jelas menyatakan keprihatinan mendalam kami terkait pelanggaran hak asasi manusia di sana," ujar Trudeau.
Presiden Komite Olimpiade Internasional (IOC) Kanada, Thomas Bach mengatakan meskipun semakin banyak boikot politik, IOC senang para atlet masih dapat mengambil bagian dari olimpiade.
"Kehadiran pejabat pemerintah adalah keputusan politik bagi masing-masing pemerintah sehingga prinsip netralitas IOC berlaku," katanya.
Dalam beberapa tahun terakhir, ketegangan telah meningkat antara Cina dan beberapa negara barat karena sejumlah masalah diplomatik. AS menuduh Cina melakukan genosida dalam penindasannya terhadap minoritas Uyghur yang didominasi kaum muslim di wilayah barat Xinjiang, namun tuduhan itu berkali-kali ditolak Cina.
Hubungan antara Kanada dan Cina semakin bergejolak setelah pada 2018 terjadi penangkapan atas eksekutif raksasa teknologi Cina Huawei di Kanada atas permintaan pejabat AS, disusul penahanan terhadap dua warga negara Kanada di Cina. Ketiganya dibebaskan awal tahun ini.