Seorang pejabat tinggi nuklir Iran mengklaim, fasilitas nuklirnya disabotase sehari setelah meluncurkan peralatan baru untuk pengayaan uranium.
Iran tidak memerinci siapa yang bertanggung jawab atas sabotase itu, yang menyebabkan pemadaman listrik di kompleks Natanz di wilayah selatan Teheran pada Minggu (11/4).
Pada Minggu, Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran (AEOI), Behrouz Kamalvandi, mengatakan, sebuah insiden terjadi yang melibatkan jaringan tenaga fasilitas nuklir pada pagi hari.
Kamalvandi tidak memberikan perincian lebih lanjut, tetapi kepada kantor berita Iran, Fars, mengatakan, tidak ada korban atau kebocoran yang terjadi.
Kemudian, TV milik pemerintah membacakan pernyataan Ketua AEOI Ali Akbar Salehi, di mana dia menggambarkan insiden itu sebagai sabotase dan "terorisme nuklir".
"Mengutuk langkah tercela ini. Iran menekankan perlunya komunitas internasional dan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) untuk menangani terorisme nuklir ini," katanya.
Sementara itu, media Israel, yang mengutip sumber-sumber intelijen, melaporkan, peristiwa tersebut adalah hasil dari serangan siber Israel.
Surat kabar Israel, Haaretz, juga mengatakan, insiden itu bisa diasumsikan sebagai serangan siber Israel. Namun, pemerintah Israel belum mengomentari insiden tersebut secara langsung sampai sekarang.
Meski demikian, Israel meningkatkan peringatannya tentang program nuklir Iran dalam beberapa hari terakhir.
Insiden terbaru ini terjadi ketika upaya diplomatik untuk menghidupkan kembali kesepakatan nuklir 2015 (JCPOA), yang ditinggalkan Amerika Serikat (AS) di bawah pemerintahan Donald Trump pada 2018, tengah berupaya dihidupkan kembali.
Pada Sabtu (10/4), Presiden Iran, Hassan Rouhani, meresmikan sentrifugal baru di fasilitas nuklir Natanz dalam sebuah upacara yang disiarkan langsung di televisi.
Sentrifugal merupakan perangkat yang dibutuhkan untuk menghasilkan uranium yang diperkaya, yang dapat digunakan untuk membuat bahan bakar reaktor serta senjata nuklir.
Tindakan tersebut mewakili pelanggaran lain dari JCPOA, yang hanya mengizinkan Iran memproduksi dan menyimpan uranium yang diperkaya dalam jumlah terbatas untuk menghasilkan bahan bakar pembangkit listrik komersial.
Di bawah pemerintahan Joe Biden, upaya diplomatik AS digandakan untuk menghidupkan kembali JCPOA.
Namun, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, memperingatkan agar tidak kembali ke JCPOA. Pekan lalu, dia menyatakan, negaranya takkan terikat perjanjian baru dengan Teheran.
Kesepakatan nuklir hanya memungkinkan Iran memproduksi dan menyimpan uranium dalam jumlah terbatas yang diperkaya hingga konsentrasi 3,67%. Uranium yang diperkaya hingga 90% atau lebih dapat digunakan untuk membuat senjata nuklir. (BBC)