Sejumlah warga Suriah diusir oleh militer Israel ketika mereka berusaha mendekati pagar perbatasan di sepanjang Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel. Peristiwa itu terjadi pada Selasa (17/7).
Insiden tersebut terjadi di Quneitra, di mana pemerintah Suriah tengah berperang dengan sisa-sisa pasukan ISIS.
Dilansir Al Jazeera, Rabu (18/7), para pengungsi Suriah berhenti sekitar 200 meter dari pagar, sebelum seorang tentara Israel meminta mereka pergi.
"Anda berada di perbatasan negara Israel. Kembalilah, kami tidak ingin menyakiti Anda," teriak seorang serdadu Israel dalam bahasa Arab melalui pengeras suara, seperti yang terungkap melalui siaran langsung Reuters TV.
Kerumunan warga Suriah, yang termasuk perempuan dan anak-anak, kemudian dengan perlahan kembali ke tenda pengungsian. Beberapa memutuskan berhenti di tengah jalan dan melambai-lambaikan kain putih ke arah perbatasan Israel.
Kelompok ini merupakan sedikit di antara puluhan ribu warga Suriah yang telah tiba di dekat perbatasan selama satu bulan terakhir pasca-pertempuran di sepanjang provinsi Deraa dan Quneitra.
"Kembalilah sebelum sesuatu yang buruk terjadi. Jika Anda ingin kami bantu, kembalilah," ujar tentara Israel.
Laporan langsung dari Al Jazeera menyebutkan bahwa ratusan atau lebih warga Suriah yang berkumpul di sepanjang perbatasan pada hari Selasa kemarin, tidak memiliki tempat lain untuk pergi.
Meskipun Israel dan Yordania menyediakan sejumlah tenda bagi para pengungsi, namun ada persoalan lain yang mengancam kehidupan mereka. Di antaranya suhu udara yang meningkat, sanitasi, air, dan kekhawatiran bahwa warga yang selama bertahun-tahun hidup di bawah kendali pemberontak tidak akan diperlakukan baik oleh pemerintah Suriah.
PBB memperkirakan bahwa 160.000 warga Suriah mengungsi akibat upaya pemerintah Suriah dan sekutunya, Rusia, untuk merebut kembali wilayah yang dikuasai pemberontak di selatan.
Israel telah memberikan bantuan kemanusiaan kepada pengungsi di kamp-kamp yang dekat dengan garis pemisah Israel-Suriah di Dataran Tinggi Golan. Namun, Israel tidak mengizinkan pengungsi untuk menyeberang ke wilayah yang mereka duduki.
Seorang saksi yang berada di sisi perbatasan Suriah menjelaskan bahwa para pengungsi mencari perlindungan ke manapun mereka bisa pergi ketika serangan semakin mendekati lokasi keberadaan mereka.
Lama Fakih, wakil direktur divisi Timur Tengah dan Afrika Utara di Human Rights Watch mengatakan kepada Al Jazeera, baik pemerintah Israel maupun Yordania memiliki kewajiban untuk tidak mengusir para pengungsi.
"Puluhan ribu orang yang mengungsi melarikan diri dari pengeboman yang meluas ... Mereka tinggal di daerah-daerah yang sangat panas tanpa tempat perlindungan yang memadai, tanpa bantuan kemanusiaan yang memadai, dan terlepas dari kondisi kemanusiaan yang ekstrem serta ketidakamanan di daerah itu, baik pemerintah Israel dan Yordania bersikeras tidak mengizinkan para pencari suaka ini mencari perlindungan dengan melintasi perbatasan," tutur Fakih.
Israel merebut Dataran Tinggi Golan dari Suriah dalam Perang Enam Hari pada tahun 1967. Pada tahun 1981, mereka mengumumkan telah mencaplok wilayah itu, namun hingga kini status tentang hak teritorial Israel di Dataran Tinggi Golan masih menjadi perdebatan.
Respons yang tidak manusiawi
Fakih mengatakan respons Israel terhadap perkembangan di sepanjang perbatasan tidak memenuhi apa yang dibutuhkan untuk meringankan penderitaan pengungsi Suriah.
"Cukup sederhana, itu tidak memadai dan tidak manusiawi. Mereka adalah orang-orang yang putus asa untuk meminta bantuan ... Ada keprihatinan serius bagi penduduk yang terusir di Suriah."
Pasukan pemerintah yang didukung oleh dukungan udara Rusia telah merebut sebagian besar wilayah di seluruh Suriah selatan dalam tiga minggu terakhir. Mereka berhasil maju ke wilayah strategis penting di dekat Yordania dan Israel tanpa terhalang oleh musuh-musuh Barat.
Serangan pasukan pemerintah Suriah di barat daya sekarang diharapkan menargetkan daerah kantong yang dikuasai pemberontak di perbatasan dengan Dataran Tinggi Golan yang diduduki Israel.