Pada Minggu (23/6), LBH Jakarta, Serikat Buruh Migran Indonesia (SBMI), dan sejumlah LSM lainnya menyatakan bahwa puluhan WNI menjadi korban pengantin pesanan di China yang diduga merupakan modus dari Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO).
LBH Jakarta, SBMI, dan sejumlah LSM lainnya itu menjelaskan bahwa dalam prosesnya, terdapat keterlibatan para perekrut lapangan untuk mencari dan memperkenalkan perempuan kepada laki-laki asal China untuk dinikahi dan kemudian dibawa ke Tiongkok.
Cara penipuan juga digunakan dengan memperkenalkan calon suami sebagai orang kaya dan membujuk para korban untuk menikah dengan iming-iming akan dijamin seluruh kebutuhan hidupnya dan keluarganya.
Menanggapi kabar tersebut, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI Arrmanatha Nasir atau yang akrab disapa Tata menjelaskan hingga kini KBRI Beijing terus mencoba mendata berapa banyak kasus kawin kontrak yang melibatkan WNI di China.
"Mengumpulkan data cukup sulit karena para korban dibawa ke China tanpa lapor ke KBRI Beijing, sehingga kita tidak memiliki data yang akurat atau lengkap," jelas Tata dalam konferensi pers di Kemlu RI, Jakarta, Rabu (26/6).
Dalam beberapa kejadian, menurut Tata, beberapa WNI langsung pulang ke Indonesia tanpa melapor ke KBRI Beijing. Hal-hal seperti itu membuat Kemlu RI sulit memiliki data yang tepat mengenai jumlah kasus kawin kontrak tersebut.
"Ada pula sejumlah WNI di China yang pergi ke KBRI Beijing untuk meminta perlindungan dari suaminya," jelasnya.
Dia menyampaikan KBRI Beijing terus bekerja sama dengan berbagai instansi di China untuk memastikan data yang diperoleh.
Setelah menerima laporan mengenai kasus pengantin pesanan ini, Tata menyatakan, KBRI Beijing segera berkoordinasi dengan otoritas setempat.
"Jika ada WNI yang meminta bantuan kepada KBRI, tentu kita menyampaikan permasalahan itu kepada otoritas setempat agar dapat mencari solusi bersama," ungkapnya.
Kawin kontrak berujung penyiksaan
Dilansir Antara, IN, warga Singkawang, yang selama tujuh bulan tinggal bersama sang suami dan mertua di China selalu mengalami kekerasan dari pihak keluarga.
"Kehidupan saya di sana (China) tidak sesuai dengan harapan," tutur IN pada Rabu.
Selama berada di Tiongkok, dirinya selalu dipaksa untuk bekerja. Tidak hanya itu, dia juga mendapat kekerasan dari pihak keluarga suami.
"Kekerasannya seperti ditendang, dicekik dan dipukul," ujarnya.
Dirinya bersyukur, berkat bantuan Polres Singkawang dan warga Singkawang bernama Silvia, akhirnya bisa pulang ke kampung halamannya untuk berkumpul kembali bersama keluarga.
IN mengatakan, keinginannya untuk kawin kontrak dengan warga Tiongkok semata-mata hanya untuk mengubah nasib agar lebih baik. Semua itu berawal dari iming-iming seseorang yang menjanjikannya demikian.
Iming-imingnya, pascamenikah dirinya diperbolehkan pulang ke Singkawang setelah berada di Tiongkok selama dua bulan. Namun, kenyataannya dia tidak diizinkan pulang dan dipaksa bekerja.
Sebelum berangkat ke China, IN menerima uang Rp20 juta dari agen. Itu adalah mahar pernikahan. Proses pernikahan di Singkawang sendiri biasa-biasa saja.
Tiba di Tiongkok, IN langsung disuruh bekerja, menjahit baju dan sarung tangan. Tidak tahan diperlakukan semena-mena oleh keluarga suami, ada niat IN untuk melarikan diri dari rumah suaminya.
Meski sudah sering berpikir untuk kabur, namun itu sulit dilakukan karena dia terus diancam oleh keluarga suami.
Beruntung dirinya dibantu Ivan, Humas Polres Singkawang, dan Silvia. Atas bantuan mereka, IN bisa kabur dan tiba di Singkawang pada Senin (24/6) kemarin.
Kepada masyarakat Singkawang, dia berpesan agar tidak mudah percaya dengan bujuk rayuan atau iming-iming untuk bisa mengubah hidup apabila mau dibawa ke China.
Kalau pun ada masyarakat yang ingin bekerja di sana, IN berharap tidak bernasib serupa seperti yang dialaminya.
Ibu kandung IN, AM, mengakui bahwa pihak keluarga sangat menyesali telah memberikan izin kepada IN untuk nikah kontrak dengan warga China.
Namun, sebelum mengambil keputusan, AM mengklaim sudah memberikan kesempatan kepada anaknya untuk berpikir panjang. Tapi menurut AM, IN ngotot. Maka dia tidak bisa berbuat apa-apa, selain mendoakan yang terbaik untuk anaknya.
Kepada para orangtua, AM mengimbau untuk lebih berhati-hati dalam mengambil keputusan. "Lebih baik cari jodoh di Indonesia saja, meski hidup sederhana. Asalkan kita bisa kumpul dan berkomunikasi."
Kapolres Singkawang AKBP Raymond M Masengi menerangkan, setelah berhasil memulangkan IN, dirinya saat ini juga sedang mengusahakan proses pemulangan warga Kalimantan Barat lainnya yang inisial NP. Dia juga diduga menjadi korban kawin kontrak di China.
Raymond menuturkan jika IN adalah warga Singkawang, NP adalah warga Kabupaten Landak. Dikarenakan kendala proses administrasi dan paspornya ditahan oleh mertua, NP sampai saat ini masih tertahan di KBRI Beijing.
"Meski orang Landak, tetap kita bantu dan doakan agar proses pemulangan NP berjalan dengan baik," ujar Raymond.