Pengadilan Kamboja mulai menggelar sidang terhadap hampir 130 penentang dan pengkritik pemerintah. Mereka dituduh pengkhianat karena berpartisipasi dalam aktivitas politik tanpa kekerasan selama tiga tahun terakhir.
Kebanyakan dari mereka yang diadili Pengadilan Kota Phnom Penh adalah mantan anggota atau pendukung Partai Penyelamat Nasional Kamboja. Sebagai satu-satunya partai oposisi di parlemen, partai itu diharapkan menjadi penantang kuat bagi Partai Rakyat Kamboja yang dikuasai Perdana Menteri Hun Sen dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2018.
Pada akhir 2017, Hun Sen melancarkan tindakan keras terhadap lawan-lawannya. Hampir semua media yang kritis ditekan untuk menutup atau mengurangi liputan mereka, sedangkan Partai Penyelamat Nasional Kamboja dipaksa pengadilan tinggi untuk bubar dan anggota dewannya dikeluarkan dari Parlemen.
Banyak orang percaya, pengadilan bertindak untuk memastikan partai Hun Sen menang dengan menyapu semua kursi.
Hampir semua terdakwa didakwa melakukan persekongkolan untuk makar dan hasutan serta melakukan pidana, sehingga terancam hukuman maksimal 12 tahun penjara. Tidak semua diharapkan berada di pengadilan karena beberapa diyakini tinggal di luar negeri.
Sam Sokong, salah satu pengacara pembela, menyatakan, tak khawatir kliennya tidak bisa mendapatkan penilaian yang adil karena begitu banyak yang seharusnya diadili pada waktu bersamaan.
"Ini merupakan pertama kalinya sejak saya mulai mewakili anggota kelompok oposisi, bahwa sejumlah besar seperti hampir 130 diadili bersama," katanya, awal pekan ini. "Saya sangat meragukan pengaturan ini dan apakah keadilan akan diterima oleh klien saya sesuai dengan standar internasional."
Pengacara berdarah Kamboja-Amerika, Theary Seng,
merupakan salah satu terdakwa paling terkenal lantaran menjadi kritikus paling vokal terhadap Hun Sen dan pemerintahannya sejak lama.
“Saya merasa damai karena saya tidak melakukan kesalahan apa pun. Ini bukan ruang sidang. Ini teater politik, ini sirkus politik," ucapnya kepada wartawan di luar ruang sidang.
Dia menggambarkan persidangan tersebut sebagai penipuan yang dibuat oleh rezim Hun Sen. “Ini hanya cara untuk memblokir pandangan komunitas internasional tentang masalah serius pelanggaran hak asasi manusia, represi politik.”
Pegiat hak asasi manusia (HAM) Kamboja Licadho, Am Sam Ath, mengatakan, banyak terdakwa dituduh terlibat dalam mengatur perjalanan mantan pemimpin oposisi Sam Rainsy kembali dari pengasingan pada November 2019. Ini termuat salinan panggilan pengadilan.
Sam Rainsy, salah satu pendiri Partai Penyelamat Nasional Kamboja, berada di pengasingan sejak 2016 untuk menghindari hukuman penjara karena kasus dugaan pencemaran nama baik dan pelanggaran lainnya.
Dia mengatakan, kasus-kasus terhadapnya bermotif politik dan percobaan pemulangan gis tahun lalu diblokir pemerintah.
Hun Sen, yang berkuasa selama 35 tahun, sering dituduh pemimpin otoriter. Karenanya, beberapa negara Barat menjatuhkan sanksi kepada Kamboja, terutama setelah menyimpulkan Pemilu 2018 tidak bebas dan tidak adil.
Respons paling keras datang dari Uni Eropa, yang tahun ini mencabut beberapa hak istimewa perdagangan preferensial. Pekan lalu, Kedutaan Besar AS di Kamboja di halaman Facebook-nya mendesak pemerintah untuk sepenuhnya menghormati kebebasan rakyatnya sebagaimana yang disebutkan dalam konstitusi negara.
"Amerika Serikat dengan cermat mengikuti semakin banyak kasus pengadilan yang menargetkan aktivis masyarakat sipil, jurnalis, dan pendukung partai oposisi politik utama Kamboja, Partai Penyelamat Nasional Kamboja," demikian isi pernyataan itu. “Kebebasan berserikat dan berekspresi serta toleransi terhadap pandangan yang berbeda pendapat sangat penting dalam demokrasi sejati.” (AP)