Sebuah karavan migran baru yang berjumlah sekitar 2.500 orang tengah melewati Meksiko selatan, menuju perbatasan Amerika Serikat.
Karavan berjalan melewati Kota Huixtla di negara bagian selatan Chiapas pada Senin (25/3), tetapi polisi berbaris untuk membuat mereka terus bergerak di sepanjang jalan raya dan tidak membiarkan mereka masuk. Itu kontras dengan tahun lalu, ketika karavan diizinkan tinggal di pusat kota.
Otoritas kota lewat sebuah pernyataan menerangkan bahwa mereka menawarkan air dan bantuan medis kepada anggota karavan yang berasal dari Nikaragua, Kuba, El Salvador, Honduras, dan Guatemala. Disebutkan bahwa banyak anak bergabung dengan karavan itu, dan beberapa menderita di tengah suhu yang mendekati 39 derajat Celcius.
Karavan kali ini tidak mendapat sambutan hangat seperti karavan sebelumnya, di mana pemerintah setempat dan kelompok gereja membagikan makanan, air, dan pakaian. Bahkan polisi kadang-kadang membantu para migran mendapat tumpangan.
Para aktivis menuturkan bahwa pemerintah Meksiko tengah berupaya untuk menggiring karavan keluar dari negara itu atau menghentikan mereka dari upaya mencapai AS.
"Ini adalah strategi untuk memecah mereka ... untuk menghentikan karavan," kata Irineo Mujica dari kelompok pemberi bantuan Pueblo Sin Fronteras yang menyertai karavan tahun lalu dan tahun ini.
Tahun ini, pemerintah Meksiko tiba-tiba berhenti mengeluarkan visa kemanusiaan di perbatasan dengan Guatemala. Keberadaan visa tersebut telah memberikan status hukum kepada para migran ketika mereka berangkat ke perbatasan AS.
Keputusan itu memicu kericuhan di kantor imigrasi dekat perbatasan pada pekan lalu yang melibatkan sekelompok migran, termasuk banyak di antaranya warga Kuba. Merespons keributan tersebut, badan imigrasi memutuskan untuk menutup kantor-kantor mereka.
Setelah menghilangnya 19 migran baru-baru ini di negara bagian Tamaulipas di perbatasan utara, polisi dan agen imigrasi semakin meningkatkan upaya penahanan dan deportasi migran di sana. Migran di Tamaulipas umumnya menggunakan penyelundup dan mereka bukan bagian dari karavan.
Pada Februari, satu karavan dari sekitar 1.600 migran Amerika Tengah ditempatkan di penampungan, tepatnya di sebuah pabrik tua di utara negara bagian Coahuila.
Migran diizinkan untuk bergerak bebas melalui Meksiko pada musim gugur lalu. Namun kini, menurut Mujica, "Meksiko telah mengubah kebijakannya untuk memenuhi harapan Donald Trump."
Di banyak pintu masuk, otoritas AS telah memberlakukan batasan pada jumlah orang yang dapat mengajutkan permohonan suaka setiap hari. Kebijakan itu dinamakan "metering".
"Kebijakan itu menempatkan banyak tekanan pada masyarakat sipil lokal dan pemerintah kota," ungkap Stephanie Leutert, pengamat dari University of Texas. "Penumpukan ini juga menciptakan populasi terapung lain yang dapat dimangsa oleh kelompok kriminal."
Segera setelah pidato tahunan Trump yang diwarnai kemarahannya tentang krisis di perbatasan, para pejabat AS meningkatkan keamanan di jembatan internasional yang menghubungkan Piedras Negras dengan Eagle Pass. Gerbang baru dengan kawat berduri dipasang di jembatan, sementara penjaga perbatasan berpatroli di jembatan dan tepi Rio Grande.
"Pejabat AS di Eagle Pass sekarang hanya menerima 15 permintaa suaka per hari, jumlah itu bisa jauh lebih sedikit jika mereka harus memproses migran yang tertangkap berenang menyeberangi sungai," terang Elizabeth Cárdenas, seorang pengacara migran di kota itu.
Dengan populasi 165.000, penuh pabrik dan terletak 1.250 km di utara Mexico City, Piedras Negras bukanlah tujuan yang jelas bagi para migran. Tetapi kota para migran melihat kota itu lebih aman dibanding sejumlah kota perbatasan lainnya seperti Nuevo Laredo dan Reynosa di timur, atau Tijuana dan Ciudad Juárez di barat, yang sarat kekerasan kartel dan geng kriminal.