Presiden Donald Trump, Rabu (17/6), menyatakan bahwa penembakan seorang oknum polisi Atlanta terhadap pria kulit hitam, Rayshard Brooks, adalah peristiwa mengerikan.
Namun, Trump juga menuturkan bahwa tidak ada warga yang dapat melawan polisi. Mereka kerap diperlakukan secara tidak adil.
Pernyataan tersebut dilontarkan Trump setelah Garret Rolfe, polisi Atlanta yang menembak punggung Brooks, didakwa melakukan pembunuhan.
"Anda tidak dapat melawan petugas polisi," ujar Trump seraya menambahkan bahwa dia telah mendengar penjelasan dari pengacara Rolfe.
Insiden ini bermula ketika warga melaporkan bahwa ada seorang pria yang tidur di dalam mobil yang terparkir di sekitar restoran cepat saji, Wendy's, pada Jumat (12/6).
Aparat kemudian menemukan Brooks di lokasi tengah tidur di dalam mobilnya. Polisi selanjutnya melakukan tes kesadaran dan menyatakan bahwa Brooks mabuk.
Namun, Brooks menolak untuk ditangkap dan sempat terlibat dalam perkelahian kecil dengan polisi. Dia mencoba kabur sambil membawa alat kejut listrik (taser) milik salah satu petugas.
Saat masih berjarak sekitar 5,5 meter dari polisi, Rolfe melepaskan tiga tembakan ke arah Brooks.
Atas kasus ini, jaksa penuntut mengatakan Brooks tidak menimbulkan ancaman ketika dia ditembak mati, dan polisi kulit putih itu justru menendangnya. Bahkan, Rolfe tidak menawarkan perawatan medis saat Brooks terbaring sekarat.
Hasil autopsi menunjukkan bahwa Brooks meninggal akibat kehabisan darah dan mengalami cedera organ dalam yang disebabkan oleh dua tembakan. Kematian pria berusia 27 tahun itu dinilai sebagai pembunuhan.
Menyusul putusan tersebut, Wali Kota Atlanta Keisha Lance Bottoms menilai bahwa moral kepolisian kota telah jatuh di mata masyarakat.
"Kami berharap para polisi akan menjaga komitmen mereka terhadap komunitas kami," tutur Bottoms.
Kasus ini kemudian memaksa Kepala Polisi Atlanta Erika Shields mengundurkan diri kurang dari 24 jam setelah Brooks meninggal.
Penembakan itu memicu gelombang demonstrasi antikekerasan polisi di Atlanta. Protes akibat kematian Brooks terjadi tidak lama setelah kematian George Floyd, pria kulit hitam yang tewas setelah seorang polisi Minneapolis berlutut di lehernya selama hampir delapan menit. (The Guardian)