Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, akan meminta pertanggungjawaban terhadap pihak luar yang menyelidiki kebijakan antinarkobanya. Pernyataan itu disampaikan menyusul keputusan Mahkamah Pidana Internasional (ICC), yang didukung PBB, memulai penyelidikan atas kasus tersebut.
Dalam pidatonya di Majelis Umum PBB secara daring pada Selasa (21/9) waktu setempat, Duterte membela kebijakannya dengan mengatakan, mereka yang ditemukan bertindak di luar batas hukum Filipina akan dimintai pertanggungjawaban.
Pada 15 September silam, dia sempat menolak penyelidikan ICC. Duterte berdalih, sudah memerintahkan peninjauan pelaksanaan program perang terhadap narkoba dan berkas tersangka pengedar narkoba sedang diperiksa Departemen Kehakiman.
Selain itu, dirinya juga mengatakan, Filipina bekerja sama dengan Dewan HAM PBB untuk menyelidiki kasus tersebut.
Data pemerintah Filipina yang dirilis Juni lalu menunjukkan, setidaknya lebih dari 6.000 tersangka pengedar narkoba tewas dalam operasi polisi hingga akhir April 2021. Namun, kelompok HAM dan aktivis mengatakan, jumlahnya bisa mencapai 30.000 dan banyak yang dieksekusi mati, termasuk anak-anak.
Beberapa hari terakhir, kelompok HAM menuduh Duterte memberikan janji manis (lip service) tentang penyelidikan untuk menghindari penuntutan internasional.
Gayung bersambut, Duterte mengklaim, takkan menyerahkan diri ke pengadilan asing. Filipina pun disebutnya menolak bekerja sama dalam penyelidikan ICC tentang pelanggaran HAM dalam kebijakan perang melawan narkoba.
Masih dalam Majelis Umum, Duterte lalu menyebut, pemerintahan global yang efektif diperlukan lantaran PBB dianggap gagal melaksanakan tugas itu.
“PBB adalah produk dari era yang sudah lama berlalu. Itu tidak lagi mencerminkan realitas politik dan ekonomi saat ini. Jika PBB ingin memimpin dunia keluar dari banyak krisis yang kita hadapi, banyak hal perlu diubah. PBB harus memberdayakan dirinya dengan mereformasi dirinya sendiri. Di situlah letak harapan umat manusia,” katanya.
Dalam kesempatan tersebut, Duterte, yang segera lengger dari kursi presiden, juga mengkritik Dewan Keamanan PBB.
"Demokrasi dan transparansi adalah kekhawatiran yang bergema di aula PBB, tetapi ironisnya Dewan Keamanan, puncak struktur Anda, melanggar setiap prinsip nilai-nilai ini. Itu tidak demokratis atau transparan dalam presentasi dan prosesnya,” tandasnya. (Al Jazeera)