Data penerbangan dari Ethiopian Airlines yang jatuh pada 10 Maret 2019 menunjukkan kesamaan yang jelas dengan kecelakaan Lion Air JT 610 di Indonesia pada 29 Oktober 2018. Pernyataan tersebut disampaikan oleh Menteri Transportasi Ethiopia Dagmawit Moges.
Pesawat yang digunakan oleh kedua maskapai itu sama, yakni Boeing 737 MAX 8.
Ethiopian Airlines 302 yang berangkat dari Bandara Internasional Bole Addis Ababa, Ethiopia, ke Bandara Internasional Jomo Kenyatta Nairobi, Kenya, jatuh setelah enam menit lepas landas. Kecelakaan itu menewaskan 157 orang.
Moges menuturkan kepada wartawan bahwa laporan awal akan dirilis dalam waktu 30 hari.
"Kemiripan yang jelas tercatat antara Ethiopian Airlines 302 dan Indonesian Lion Air JT 610, di mana itu akan menjadi subjek studi lebih lanjut selama penyelidikan," ungkap Moges pada Minggu (17/3).
Dalam kedua kasus kecelakaan tersebut, data pelacak penerbangan menunjukkan ketinggian pesawat berfluktuasi tajam karena pesawat tampaknya mengalami pendakian dan penurunan yang tidak menentu.
Beberapa menit setelah terbang, pilot Ethiopian Airlines 302 melaporkan kesulitan dan meminta untuk kembali. Visibilitas disebut baik, tetapi monitor Flightradar24 menyebutkan bahwa kecepatan vertikal pesawat tidak stabil setelah lepas landas.
Seorang saksi mata mengatakan bahwa ada kebakaran hebat saat pesawat menabrak tanah.
Penyelidikan atas perekam data penerbangan dan perekam suara kokpit atau yang biasa disebut kotak hitam melibatkan Badan Pengawas Keselamatan Penerbangan Prancis (BEA) setelah sebelumnya sempat ditolak oleh otoritas Jerman mengingat itu adalah pesawat baru dengan kotak hitam dan piranti lunak baru.
Penyelidik Prancis pada Sabtu malam menjelaskan bahwa mereka telah berhasil mengunduh data perekam suara kokpit dan telah mentransfernya ke tim investigasi Ethiopia tanpa mendengar file audionya. Pengerjaan untuk perekam data penerbangan dilanjutkan pada hari Minggu tetapi belum ada rincian lebih lanjut.
Para ahli dari Dewan Keselamatan Transportasi Nasional AS dan Boeing ikut serta dalam penyelidikan tersebut.
Menurut Moges, kotak hitam Ethiopian Airlines dalam kondisi baik.
Presiden, CEO, dan Ketua Boeing Dennis Muilenburg kemudian menegaskan kembali dukungan perusahaan terhadap penyelidikan.
Dalam sebuah pernyataannya, dia menambahkan bahwa Boeing akan melanjutkan upaya perbaikan dengan memperbarui software sebagai respons atas input sensor yang keliru.
Tidak hanya di Ethiopia, upacara untuk menghormati para korban juga dilakukan di Kenya.
Ribuan orang berkumpul di Katedral Holy Trinity di Addis Ababa, di mana sejumlah peti mati diselimuti bendera nasional. Belum ada satu pun jasad yang teridentifikasi secara formal.
Lion Air JT 610
Penyelidik mengidentifikasi masalah pada sistem anti-stall Lion Air JT 610 rute Jakarta-Pangkal Pinang. Sistem itu dirancang untuk menghentikan pesawat mengarah ke atas pada sudut yang terlalu tinggi sehingga bisa kehilangan daya angkatnya.
Selama penerbangan Lion Air JT 610, sistem tersebut berulang kali memaksa hidung pesawat ke bawah, bahkan ketika pesawat tidak berhenti. Itu kemungkinan terjadi karena sensor yang salah.
Pilot mencoba memperbaiki kondisi itu dengan mengarahkan moncong pesawat ke posisi lebih tinggi, namun sistem mendorong moncong kembali ke bawah. Ini terjadi lebih dari 20 kali.
Pasca-kecelakaan kedua, maskapai penerbangan di seluruh dunia mengistirahatkan pesawat Boeing 737 MAX 8 mereka. (BBC dan NBC News)