Keluarga pekerja migran yang membangun infrastruktur Piala Dunia 2022 dan meninggal dunia menuntut ganti rugi kepada Qatar. Mereka didukung kelompok pegiat hak asasi manusia (HAM).
Para keluarga korban migran meminta kompensasi sebesar £372 juta atau setara US$440 juta. Federasi Sepak Bola Internasional (FIFA) menetapkan Qatar sebagai tuan rumah Piala Dunia 2022 melalui rapat komite eksekutif pada 2010.
Sebelum tuntan ini diajukan, melansir The Guardian, para keluarga korban sudah mengajukan proposal kompensasi. Namun, Menteri Tenaga Kerja Qatar, Ali Bin Samikh al-Marri, menolaknya. "Tidak ada kriteria untuk menetapkan dana ini."
Pekerja migran yang membangun infrastruktur Piala Dunia 2022 berasal dari berbagai negara, seperti Pakistan, Sri Lanka, Nepal, India, dan Bangladesh. FIFA sendiri belum dapat mengonfirmasi jumlah pastik pekerja migran yang meninggal dunia.
Menurut laporan The Independent pada Februari 2021, sebanyak 6.500 pekerja migran meninggal dunia sejak 2010. Sementara itu, The Washington Post memperkirakan proyek Piala Dunia 2022 mengobarkan sekitar 1.200 nyawa. Adapun Qatar mengklaim hanya ada tiga pekerja.
"Banyak pekerja migran, keluarga, dan komunitas mereka tidak dapat sepenuhnya merayakan apa yang telah mereka bangun dan meminta FIFA dan Qatar memperbaiki pelanggaran terhadap pekerja, yang telah membuat keluarga dan komunitas melarat dan berjuang," tutur peneliti senior Human Rights Watch, Rothna Begum.
Beragam kritik dialamatkan kepada FIFA dan Qatar akibat pelanggaran tersebut. Sayangnya, FIFA menjawab diplomatis dengan meminta tidak ada yang memasukkan unsur politik ke dalam sepak bola. Jawaban tersebut pun memicu kontroversi.
Salah satu pekerja migran yang menjadi korban pembangunan infrastruktur Piala Dunia 2022 adalah ayah Ram Pakar Sahani asal Nepal. Dirinya mengungkapkan, mulanya sang ayahnya menerima tawaran pergi ke Qatar.
Nahas, setibanya di Qatar dan mulai bekerja, banyak perlakuan yang tidak mengenakkan. Bahkan, agar bisa beristirahat dengan nyaman di sela-sela kerja, ayahnya terpaksa ke pendingin udara.
Ram sempat ditelepon ayahnya pada Mei lalu dan menyampaikan kabar dalam kondisi sehat. Namun, beberapa waktu kemudian, ayahnya meninggal dunia dan dipulangkan ke Nepal.
Pihak keluarga sempat diberikan uang sebesar QR9.000 atas gaji dan bonus ayah Ram. Dengan demikian, tidak ada kompensasi yang diberikan perusahaan atas kecelakaan kerja. (The Guardian)