close icon
Scroll ke atas untuk melanjutkan
ilustrasi. Istimewa
icon caption
ilustrasi. Istimewa
Dunia
Senin, 12 Desember 2022 14:44

Kemenlu panggil perwakilan PBB di Indonesia soal komentar atas KUHP

Terkait hal ini, PBB mendorong pemerintah untuk tetap terlibat dalam dialog terbuka dengan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan.
swipe

Juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) RI, Teuku Faizasyah, mengonfirmasi pihaknya memanggil perwakilan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Indonesia pada Senin (12/12). Pemanggilan ini terkait dengan komentar atas pengesahan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) baru.

"Terkait perwakilan PBB di Indonesia, memang sudah dipanggil pagi hari ini oleh Kemlu. Ini merupakan tata hubungan dalam berdiplomasi," kata Faizasyah dalam keterangan pers di Kantor Kemlu RI, Jakarta Pusat, Senin (12/12).

Faizasyah menilai, ada norma dalam hubungan diplomatik yang sepatutnya dilakukan perwakilan asing di suatu negara, yakni melalui interaksi untuk membahas isu-isu yang menjadi perhatian.

"Ada baiknya adab yang berlaku adalah dalam interaksi perwakilan Asing atau PBB dalam satu negara, jalur komunikasi kan selalu ada untuk membahas berbagai isu," ujar dia.

Menurut Faizasyah, selayaknya dalam komunikasi diplomatik, sepatutnya perwakilan asing di Indonesia menggunakan jalur diplomasi dan tidak terburu-buru dalam menanggapi suatu isu. Ia menegaskan, pihaknya terbuka dengan perwakilan luar negeri di Indonesia yang hendak menyampaikan pendapat.

"Ada baiknya bagi perwakilan asing untuk tidak secara terburu-buru menyimpulkan pendapat (soal KUHP) atau statement sebelum mendapatkan satu informasi yang lebih jelas. Kami membuka kesempatan bagi perwakilan diplomatik untuk menyampaikan pandangan mereka," tutur Faizasyah.

Dalam pernyataan terbarunya atas KUHP baru Indonesia yang disahkan pada 6 Desember 2022, PBB menyampaikan sejumlah kekhawatiran terkait hal tersebut. Kantor perwakilan PBB di Jakarta khawatir, UU KUHP yang baru tidak sesuai dengan kebebasan dasar dan hak asasi manusia (HAM), termasuk hak atas kesetaraan.

"PBB khawatir beberapa pasal dalam KUHP yang direvisi bertentangan dengan kewajiban hukum internasional Indonesia sehubungan dengan hak asasi manusia," tulis PBB dalam pernyataannya, Kamis (8/12).

PBB dalam pernyataannya menyebut, UU KUHP dikhawatirkan dapat menghapus hak pribadi seperti hak atas privasi serta kebebasan berpendapat. Hal ini juga dikhawatirkan melanggar kebebasan pers.

"Orang lain akan mendiskriminasi, atau memiliki dampak diskriminatif pada, perempuan, anak perempuan, anak laki-laki dan minoritas seksual, dan akan berisiko mempengaruhi berbagai hak kesehatan seksual dan reproduksi, hak privasi, dan memperburuk kekerasan berbasis gender, dan kekerasan berdasarkan orientasi seksual dan identitas gender," terang PBB.

Selain itu, PBB juga mengkhawatirkan adanya ketentuan lain yang berisiko melanggar hak atas kebebasan beragama atau berkeyakinan, dan dapat melegitimasi sikap sosial yang negatif terhadap penganut agama atau kepercayaan minoritas dan mengarah pada tindakan kekerasan terhadap mereka.

Terkait hal ini, PBB mendorong pemerintah untuk tetap terlibat dalam dialog terbuka dengan masyarakat sipil dan pemangku kepentingan. Hal ini guna menangani keluhan, dan memastikan bahwa proses reformasi sejalan dengan komitmen global Indonesia dan juga Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB).

"PBB siap untuk berbagi keahlian teknisnya dan membantu Indonesia dalam upayanya untuk memperkuat kerangka legislatif dan kelembagaannya, menjamin semua individu di negara ini untuk menikmati semua hak yang diatur dalam konvensi dan perjanjian internasional yang diikuti oleh Indonesia," pungkas PBB.

img
Gempita Surya
Reporter
img
Fitra Iskandar
Editor

Untuk informasi menarik lainnya,
follow akun media sosial Alinea.id

Bagikan :
×
cari
bagikan