Ketegangan meningkat, AS kirim pasukan tambahan ke Timur Tengah
Pada Senin (17/6), Kementerian Pertahanan Amerika Serikat memastikan akan mengirim 1.000 tentara dan sumber daya militer tambahan ke Timur Tengah di tengah meningkatnya ketegangan dengan Iran.
"Saya telah memberi otorisasi kepada 1.000 pasukan tambahan untuk tujuan pertahanan udara, laut, dan darat di Timur Tengah," tutur Plt. Menteri Pertahanan Patrick Shanahan.
Shanahan mengatakan bahwa serangan yang dilakukan Iran baru-baru ini mengonfirmasi informasi intelijen mengenai perilaku agresif Teheran dan kelompok proksi mereka yang mengancam kepentingan AS di kawasan.
"AS tidak ingin memicu konflik dengan Iran," tambah Shanahan.
Sebelumnya, Pentagon merilis sejumlah foto yang diduga memperlihatkan beberapa awak kapal Iran yang sedang mengambil alat peledak yang masih utuh dari tanker minyak milik Jepang. Tanker tersebut merupakan salah satu dari dua tanker minyak yang diserang di Teluk Oman pada 13 Juni.
AS mengklaim Iran mendalangi serangan itu, sebuah tuduhan yang dengan keras dibantah oleh Teheran.
"Kami memutuskan mengirim pasukan tambahan untuk memastikan keselamatan dan kesejahteraan personel militer kami yang beroperasi di Timur Tengah, serta untuk melindungi kepentingan nasional kami," ujar Shanahan.
Seorang pejabat AS mengatakan selain mengerahkan tentara tambahan, Kementerian Pertahanan akan mengirim sumber daya militer berupa intelijen, pesawat pengintai, dan sistem pertahanan rudal untuk perlindungan pasukan.
Dalam kesempatan terpisah pada hari yang sama, Kementerian Luar Negeri AS mengumumkan bahwa Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo akan bertolak ke Timur Tengah pada Selasa (18/6) untuk mengunjungi pusat komando operasi militer di kawasan.
Shanahan tidak akan menemani Pompeo berkunjung ke Komando Pusat di Timur Tengah. Seorang pejabat Kementerian Pertahanan mengatakan bahwa Shanahan berada di Washington untuk terus meninjau opsi AS dalam mengatasi perselisihan dengan Iran.
"Saat ini, Shanahan harus tetap di Washington," ujar pejabat tersebut.
Juru bicara Kemlu AS Morgan Ortagus mengatakan pada Senin bahwa Pompeo akan bertemu dengan Komandan United States Central Command (CENTCOM) Jenderal Kenneth McKenzie dan Kepala Komando Operasi Khusus Jenderal Richard Clarke.
"Mereka akan membahas masalah keamanan regional," ungkap Ortagus.
Kedua pihak diimbau menahan diri
Uni Eropa menyerukan agar kedua pihak melakukan pengekangan maksimum demi mencegah naiknya ketegangan.
Seraya pertentangan memanas, Kepala Kebijakan Luar Negeri Uni Eropa Federica Mogherini mengumumkan akan pergi ke Washington untuk menghadiri pertemuan dengan pemerintah AS pada Selasa.
Dia menyerukan agar kedua pihak tetap tenang dan mengutip pernyataan Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres yang baru-baru ini mengatakan bahwa dunia tidak mampu menghadapi krisis baru di Timur Tengah.
"Pengekangan diri dan kebijaksanaan harus diterapkan," kata Mogherini.
Kecuali Inggris, negara Uni Eropa lainnya tidak menggemakan klaim AS yang menyatakan Iran berada di belakang serangan terhadap dua tanker minyak tersebut.
"Kita harus sangat hati-hati membahas hal itu," ujar seorang diplomat Uni Eropa. "Bukannya Uni Eropa tidak memberikan penilaian terhadap situasi tersebut, tetapi sejauh ini kami belum memutuskan posisi. Pada dasarnya, kami masih mengumpulkan informasi."
Uni Eropa menyatakan khawatir akan pendekatan AS terhadap Iran.
"Menurut kami, peningkatan ketegangan itu bisa dihindari," jelas seorang diplomat Uni Eropa. "Terus terang, sangat sulit untuk memahami apa yang akan didapatkan dari pendekatan seperti itu."
Diplomat itu mengatakan Uni Eropa tidak memahami strategi pemerintahan Trump yang sejauh ini menolak untuk terlibat dalam perundingan dengan Iran.
"Trump menginginkan kesepakatan nuklir yang lebih baik, tetapi sulit bagi Uni Eropa untuk memahami bagaimana cara mendapatkannya," jelasnya.
Guterres dan sejumlah pemimpin dunia lainnya meminta Iran untuk tetap berada di jalur kesepakatan nuklir. Dia mendesak agar semua pihak menahan diri dari langkah yang dapat meningkatkan perselisihan di kawasan.
Sebelumnya, pada 24 Mei, Presiden Donald Trump mengumumkan akan mengerahkan 1.500 tentara tambahan ke kawasan.
Konsistensi Iran
Duta Besar Iran untuk Inggris Hamid Baeidinejad membantah klaim AS yang menuduh Teheran bertanggung jawab atas serangan dua kapal tanker tersebut. Baeidinejad memperingatkan bahwa Gedung Putih akan menyesal jika meremehkan kekuatan militer Iran.
Ketika ditanya pihak mana yang kemungkinan bertanggung jawab atas serangan dua tanker itu, Dubes Baeidinejad menunjuk negara-negara lain di kawasan.
"Negara-negara yang telah berinvestasi miliaran dolar untuk merancang agar AS terlibat dalam konflik militer dengan Iran," tegasnya.
Para pejabat Teheran mengeluh bahwa meski telah mematuhi ketentuan dalam kesepakatan nuklir 2015, sanksi AS tetap membatasi pergerakan mereka.
Pada Senin, Iran mengumumkan bahwa dalam 10 hari, pihaknya akan melanggar pembatasan yang disepakati secara internasional soal stok uranium tingkat rendah.
Juru bicara Organisasi Energi Atom Iran Behrouz Kamalvandi mengatakan bahwa Iran akan mempercepat pengayaan uranium menjadi 3,7%. Jumlah itu di atas 3,67% yang diamanatkan oleh kesepakatan nuklir.
"Jika Iran merasa bahwa sanksi tetap diberlakukan dan tidak dicabut, kami memiliki hak untuk menangguhkan sebagian atau keseluruhan komitmen kami dalam kesepakatan nuklir," ungkap Kamalvandi.
Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan bahwa dia menyesali keputusan Iran yang melanggar pembatasan terkait pengayaan uranium. Namun, dia tetap mengapresiasi bahwa sejauh ini, Iran mematuhi kesepakatan nuklir.
"Kami mendorong Iran untuk sabar dan berperilaku penuh tanggung jawab," tutur Macron.
Pada Minggu (16/6), Pompeo menyatakan bahwa pemerintah memang mempertimbangkan tanggapan militer terhadap Iran.
"AS sedang mempertimbangkan berbagai pilihan, tanggapan menggunakan kekuatan militer termasuk salah satunya," kata Pompeo, menambahkan bahwa Trump tidak ingin berperang dengan Iran.
Kepala Layanan Tindakan Eksternal Uni Eropa Helga Schmid mengatakan risiko salah langkah tetap tinggi.
Schmid, yang baru saja kembali dari kunjungan ke Uni Emirat Arab, Oman, Qatar, dan Iran, mengatakan bahwa Uni Eropa berfokus meredakan ketegangan regional dan menemukan cara untuk mendorong terjadinya dialog.
"Risiko salah langkah tinggi, terutama karena tidak adanya dialog antara pihak yang terlibat," kata Schmid.