Sejumlah sekolah di Sri Lanka telah kembali beroperasi hari ini, Senin (6/5). Sekolah kembali buka di tengah pengamanan ketat pasca-pengeboman mematikan pada Minggu Paskah.
Banyak orang tua yang masih cemas dan belum mengizinkan anak-anak mereka pergi ke sekolah karena takut adanya potensi serangan. Militer melakukan patroli keamanan di sejumlah sekolah pada Minggu (5/5), dua pekan setelah pengeboman di sejumlah hotel dan gereja yang menewaskan 257 orang.
Ribuan tentara ditemani anjing pelacak menyisir sekolah-sekolah untuk mencari senjata dan peledak tersembunyi. Sebanyak 7.000 personel militer terlibat dalam pencarian di lebih dari 10.000 sekolah dalam apa yang disebut sebagai operasi besar-besaran.
Hanya siswa dari kelas enam ke atas yang mulai bersekolah pada hari Senin. Masih belum diumumkan kapan murid-murid di bawah kelas enam akan melanjutkan kegiatan belajar mereka.
Menteri Pendidikan Akila Viraj Kariyawasam berusaha meyakinkan orang tua bahwa situasi sudah aman bagi anak-anak mereka untuk menghadiri kelas. Akan tetapi sebagian besar sekolah tetap kosong hari ini.
"Saya memutuskan untuk tidak mengirim putra saya ke sekolah sampai kondisi negara kembali normal," kata Sujeeva Dissanayake yang putranya bersekolah di Asoka College di Kolombo. "Sampai kami yakin tentang situasi keamanan di luar, kami tidak akan mengirim anak ke sekolah."
Pihak berwenang Sri Lanka meyakini serangan Minggu Paskah dilakukan oleh dua kelompok militan lokal, yakni National Thowheeth Jamath (NTJ) dan Jamathei Millathu Ibrahim (JMI). ISIS mengklaim bertanggung jawab atas pengeboman itu meski belum memberikan bukti yang mendukung pernyataan mereka.
Di Royal College, sekolah negeri elite di Kolombo, area parkir yang biasanya dipenuhi mobil terlihat sepi. Seorang pejabat sekolah menuturkan hanya sekitar 5% dari 6.000 siswa yang sudah kembali bersekolah.
Di sebuah sekolah Hindu di Batticaloa, tempat salah satu pengeboman gereja terjadi, orang tua membantu menggeledah tas sekolah di gerbang masuk.
Begitu masuk ke dalam ruang kelas, para murid diminta untuk duduk jauh dari jendela di sisi jalan.
"Orang tua belum yakin keamanan telah kembali seperti biasa," kata Kepala Sekolah Sivananda College T. Yasodharan.
Di sekolahnya pun hanya 30% dari murid yang sudah kembali bersekolah pada Senin.
Konflik komunal
Sementara itu, pemerintah mengerahkan pasukan tambahan ke Negombo akibat ketegangan tinggi pasca-bentrokan Minggu malam antara muslim dan etnis Sinhala.
Bentrokan di Negombo bermula dari kecelakaan lalu lintas yang dengan cepat meningkat menjadi kekerasan massa. Tiga becak dan dua sepeda motor dibakar sebelum massa mengobrak-abrik sejumlah rumah warga muslim.
Wakil Ketua Dewan Muslim Sri Lanka Hilmy Ahmed menyatakan, beberapa rumah rusak akibat aksi vandalisme tersebut. Dia mengatakan kerusuhan itu terkendali setelah polisi, angkatan udara, dan angkatan darat mengirim pasukan ke daerah itu dan pemerintah memberlakukan jam malam segera setelah bentrokan terjadi.
Ahmed mengatakan salah satu pengemudi yang terlibat pertengkaran lalu lintas tersebut sedang dalam keadaan mabuk.
"Petugas kepolisian diperintahkan untuk menegakkan hukum secara ketat kepada siapa pun yang berusaha menciptakan ketegangan di antara masyarakat," kata juru bicara kepolisian Sri Lanka Ruwan Gunasekera.
Pihak berwenang telah siaga untuk kemungkinan serangan terhadap muslim lokal sejak gerombolan umat Kristen yang marah menargetkan para pengungsi di daerah itu hanya beberapa hari setelah pengeboman terjadi.
Ratusan pengungsi, sebagian besar dari Pakistan dan Afghanistan, diusir dari rumah mereka dan terpaksa mencari perlindungan ke kantor polisi dan masjid.
Setelah bentrokan pada Minggu, pemerintah kembali memblokir akses media sosial untuk mencegah penyebaran informasi palsu yang selanjutnya dapat memicu kebencian komunal. Sebelumnya, pemblokiran itu telah dicabut seminggu usai pengeboman Minggu Paskah.
Uskup Agung Kolombo Malcolm Ranjith mendesak pemerintah untuk menutup semua toko minuman keras dan bar di daerah Negombo setelah kerusuhan pecah.
"Saya mengimbau semua umat Kristen, Buddha, dan muslim untuk bersabar. Kendalikan diri dan pertahankan perdamaian," kata Ranjith di televisi nasional pada Minggu malam waktu setempat.
Pada Senin pagi, Ranjith mengunjungi sebuah masjid di Negombo dan menyerukan persatuan dalam menghadapi ketegangan komunal.
Sri Lanka merupakan negara yang sangat beragam. Namun, keragaman itu juga memicu ketegangan komunal yang biasanya terjadi akibat isu politik dan media sosial.
Musim Semi lalu, Sri Lanka terpaksa menyatakan status darurat di daerah Kandy setelah gerombolan umat Buddha menjarah sejumlah toko dan rumah warga muslim.
Setelah pengeboman pada Minggu Paskah, pemerintah melarang penutup wajah dalam apa yang dilihat sebagai langkah yang mengucilkan perempuan muslim. Banyak pemimpin muslim khawatir keputusan seperti itu hanya akan semakin memicu kecurigaan dan memvalidasi perasaan terpinggirkan yang sudah ada.
Ketua Partai Sri Lanka Muslim Congress Rauff Hakeem mengkhawatirkan bahwa kegelisahan berlebihan dapat memicu ketegangan lebih lanjut.
"Itu faktor yang mengkhawatirkan bagi kita semua," kata Hakeen. "Kerentanan ini dapat menyebabkan perasaan tidak aman yang serius. Kita seharusnya tidak membangun lahan subur untuk radikalisasi lebih lanjut." (The Straits Times dan The New York Times)