Pemimpin Korea Utara Kim Jong-un mengawasi uji coba senjata taktis tipe baru milik Korea Utara pada Rabu (17/4).
Itu adalah pertama kalinya Pyongyang kembali melakukan uji coba senjata secara publik sejak kegagalan KTT kedua Amerika Serikat dan Korea Utara di Hanoi, Vietnam, pada Februari.
Media pemerintah, KCNA, tidak menyebut secara spesifik tipe senjata yang diuji. Namun, kata "taktis" menyiratkan senjata itu merupakan senjata jarak pendek, bukan rudal balistik jarak jauh yang dianggap sebagai ancaman oleh AS.
Pemerintah Korea Utara menyatakan bahwa senjata tersebut merupakan mode termutakhir dengan hulu ledak yang kuat.
"Penyelesaian pengembangan sistem senjata menjadi peristiwa yang penting untuk meningkatkan kekuatan tempur militer Korea Utara," jelas Kim Jong-un.
Gedung Putih, Kementerian Pertahanan AS, dan Kementerian Luar Negeri AS belum memberikan tanggapan atau komentar atas langkah Korea Utara.
Selain itu, pada Kamis (18/4), Korea Utara mengatakan pihaknya tidak lagi ingin Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo terlibat dalam perundingan denuklirisasi. Pemerintah Korea Utara minta agar Pompeo digantikan dengan seseorang lebih berhati-hati dan matang dalam berkomunikasi.
Kwon Jong-gun, pejabat senior di Kementerian Luar Negeri Korea Utara, menuturkan bahwa tidak ada yang bisa memprediksi situasi di Semenanjung Korea jika Washington tidak mencari solusi untuk mengatasi tersendatnya pembicaraan denuklirisasi.
Pada 2018, Kim Jong-un menyatakan Korea Utara akan menghentikan uji coba nuklir dan menangguhkan peluncuran rudal balistik antarbenua demi melancarkan diskusi terkait denuklirisasi.
Berita tentang kunjungan Kim Jong-un ke situs pengujian senjata datang setelah dia singgah ke Angkatan Udara Korea Utara pada Selasa (15/4).
Menurut KCNA, dia datang untuk melihat latihan terbang dan menyatakan sangat puas atas kesiapan tempur mereka.
Pada Selasa, Centre for Strategic and International Studies (CSIS) di Washington mengungkapkan bahwa citra satelit yang diambil pada pekan lalu menunjukkan adanya aktivitas di Yongbyon, situs nuklir utama Korea Utara.
Aktivitas itu diduga disebabkan karena Korea Utara melakukan pemrosesan ulang bahan radioaktif menjadi bahan bakar bom.
"Kim Jong-un sedang mencoba membuat pernyataan kepada pemerintahan Trump bahwa kekuatan militer Korea Utara semakin hari semakin meningkat," jelas Harry Kazianis, analis di Center for the National Interest. "Rezimnya semakin frustrasi dengan kurangnya fleksibilitas Washington dalam negosiasi denuklirisasi baru-baru ini."
Sama seperti Kazianis, Koh Yu-hwan, profesor studi Korea Utara di Dongguk University, juga berpendapat bahwa uji coba itu merupakan teguran keras bagi AS.
Menurutnya, Kim Jong-un mencoba menunjukan ketidakpuasannya atas negosiasi denuklirisasi yang terhambat.
"Meski begitu, fakta bahwa mereka tidak melakukan uji coba rudal jarak jauh atau nuklir menggarisbawahi Pyongyang masih ingin berdialog dengan Washington," tambahnya.