Dewan Perwakilan Rakyat AS dengan suara bulat menyetujui pendanaan CIA baru untuk merawat para korban yang disebut 'Sindrom Havana'. Penyakit dengan serangkaian gejala samar yang diduga sebagai senjata energi terarah yang misterius.
Undang-Undang Membantu Korban Amerika yang Terkena Serangan Neurologis (HAVANA) disetujui oleh DPR pada hari Selasa dengan suara 427-0.
RUU itu sekarang menuju ke meja Presiden Joe Biden, ketika Senat mengesahkannya tanpa perlawanan pada bulan Juni. Gagasan bipartisan Senator Jeanne Shaheen (D-New Hampshire), Susan Collins (R-Maine), Mark R. Warner (D-Virginia) dan Marco Rubio (R-Florida) memberi wewenang dana tambahan untuk CIA untuk mengkompensasi petugas yang menderita gejala-gejala tersebut dan memberi badan tersebut kelonggaran yang lebih besar dalam hal bagaimana uang dapat dibelanjakan, sementara mengharuskannya untuk menyerahkan laporan rutin kepada Kongres.
'Sindrom Havana' dinamai berdasarkan gejala yang diduga diderita oleh sejumlah diplomat AS dan mata-mata yang ditempatkan di Kuba pada tahun 2016, yang mengeluhkan suara bising yang terus-menerus dan melaporkan migrain, mual, kehilangan ingatan dan pusing, serta kerusakan otak permanen.
Sejak itu, lebih dari 200 pegawai pemerintah dan keluarga mereka mengeluhkan gejala tersebut, termasuk seorang agen CIA yang baru-baru ini melakukan perjalanan ke India bersama Direktur William Burns. Cerita itu beredar di Washington pada Selasa pagi, menjelang pemungutan suara di DPR.
"Sindrom" telah dilaporkan di banyak tempat lain selain Havana - dari Rusia, Cina, Jerman dan Australia hingga Washington, DC sendiri. Pemerintah AS secara resmi menjulukinya "insiden kesehatan anomali" dan penyelidikan tentang sifat dan asal-usulnya sedang berlangsung. Para ilmuwan, mata-mata, dan jurnalis berspekulasi bahwa itu bisa disebabkan oleh semacam senjata berteknologi tinggi yang memancarkan gelombang energi terarah.
Pekan lalu, sebuah panel ilmuwan Kuba mengatakan klaim senjata sonik rahasia tidak "dapat diterima secara ilmiah," dan "tidak ada bukti ilmiah tentang serangan itu."
Kembali pada Januari 2019, seorang peneliti di UC Berkeley mengatakan rekaman suara yang diduga menyebabkan "sindrom", yang dirilis oleh AP, cocok dengan suara yang dibuat oleh jangkrik ekor pendek Hindia.
Ketika dikonfirmasi kepada mereka yang menjadi korban 'havana sindrom' di Kuba, mereka mengatakan suara jangkrik itu konsisten dengan apa yang mereka dengar.
Mechanical and Aerospace Enginering GW University, Profesor Kausik Sarkar mengatakan bahwa frekuensi yang ditimbulkan suara itu seperti palu yang menyakiti manusia.
Ada dugaan, bila frekuensinya sangat tinggi, itu bakal menimbulkan apa yang disebut 'bio effect'.
Meski begitu pihak berwenang di Amerika belum dapat memastikan dari apa suara itu berasal, dan apakah bunyi itu sebagai 'senjata sonik' yang mengakibatkan havana sindrom. (rt.com)