Korea Utara (Korut) menembakkan rudal anti-pesawat yang baru dikembangkan pada Kamis (30/9). Penembakkan tersebut, merupakan bagian dari serangkaian uji coba senjata baru yang dilakukan di tengah pembicaraan denuklirasi yang menemui jalan buntu dengan Amerika Serikat (AS).
Penembakkan itu adalah uji coba senjata kedua yang dilakukan Korea Utara dalam minggu ini, setelah sebelumnya pada Selasa (28/9) ia menembakkan rudal hipersonik.
Tes itu menyoroti bagaimana Korut terus mengembangkan senjata yang semakin canggih, meningkatkan pertaruhan untuk menghentikan program nuklir dan misilnya dengan imbalan keringanan sanksi AS.
Dalam laporan media pemerintah KCNA pada Jumat (1/10), dijelaskan Akademi Ilmu Pertahanan, pengembangan senjata militer, mengatakan tes itu bertujuan untuk mengkonfirmasi fungsionalitas praktis dari peluncur rudal, radar, kendaraan komando, pertempuran yang komprehensif, dan kinerja tempur.
Dia menerangkan, rudal itu memiliki teknologi kunci baru seperti control kemudi kembar dan mesin penerbangan impuls ganda.
Pemimpin Korut, Kim Jong Un, tampaknya tidak menghadiri tes tersebut dan malah diawasi oleh Pak Jong Chon, anggota politburo dan Komite Sentral Partai Buruh yang berkuasa.
"Kinerja tempur yang luar biasa dari rudal anti-pesawat tipe baru dengan fitur respon cepat dan akurasi panduan dari sistem kontrol rudal serta peningkatan substansial dalam jarak jatuh target udara telah diverifikasi," kata KCNA, mengutip akademi.
Pyongyang beberapa pekan terakhir berpendapat bahwa tes senjata itu dimaksudkan untuk meningkatkan kemampuan pertahanan diri seperti yang dilakukan beberapa negara lain.
Bahkan, dia menuduh AS dan Korea Selatan (Korsel) melakukan standar ganda serta kebijakan bermusuhan terhadap Korut.
Kim menyatakan, tidak memiliki alasan untuk menyerang Korsel dan bersedia membuka kembali hotline antar-Korea yang terputus. Namun, ia mengecam, pemerintahan Presiden AS, Joe Biden, karena menggunakan cara dan metode yang lebih licik dalam mengejar kebijakan bermusuhan sambil mengusulkan dialog.
Mendengar pernyataan tersebut, pemerintahan Biden mengatakan, tidak memiliki niat bermusuhan terhadap Korut dan telah meminta Pyongyang untuk menerima tawaran pembicaraannya untuk memecahkan kebuntuan negosiasi denuklirisasi. (Sumber: reuters.com)