Presiden Joko Widodo (Jokowi) diharapkan membawa isu peta standar China 2023 ke dalam forum KTT ke-43 ASEAN, 5-7 September. Harapannya, masalah ini tidak berlarut-larut hingga memicu perang terbuka.
"Kita, kan sebentar lagi akan melaksanakan KTT ASEAN. Untuk itu, kita bisa trace isu-isu tersebut pada saat pembukaan [KTT ASEAN]," ucap anggota Komisi I DPR, Dave Laksono.
"Jadi, Presiden [Jokowi] bisa menyampaikan dan juga undangan dari negara-negara lain," imbuhnya.
Apalagi, ungkap Dave, China terus membangun kekuatan militernya di Kepulauan Spartly. Australia pun meningkatkan patrolinya di sekitar gugus kepulauan di Laut China Selatan (LCS) itu.
"Terus, juga US (Amerika Serikat, red) menambah lagi untuk memperkuat dari presence mereka di Filipina," kata politikus Partai Golkar ini.
Menurut Dave, sengketa di LCS bersinggungan dengan banyak negara. Pun demikian dengan terbitnya peta standar China 2023, yang turut mengklaim beberapa wilayah yang disengketakan dengan negara tetangga, seperti Arunachal Pradesh dan Aksai Chin di India, Taiwan, hingga LCS, sehingga memeruncing ketegangan yang ada.
"Ya, hal itu bisa merusak ataupun menghambat pembangunan ekonomi dan juga ketenteraman dan kestabilan secara regional," ucapnya, menukil laman DPR.
Diketahui, China secara sepihak mengklaim teritorialnya lebih luas dalam peta standar yang dirilisnya baru-baru ini. Beberapa negara, yakni India, Malaysia, dan Filipina, pun melayangkan protes.
"Kami menolak klaim [China] tersebut karena tidak memiliki dasar. Tindakan pihak China seperti itu hanya akan mempersulit penyelesaian masalah perbatasan," tegas juru bicara Kementerian Luar Negeri (Kemlu) India, Arindam Bagchi, Senin (28/8) lalu.
Pernyataan senada diutarakan Kemlu Malaysia. "Secara konsisten menolak klaim kedaulatan, hak berdaulat, dan yurisdiksi pihak asing mana pun atas fitur maritim atau wilayah maritim negara kita berdasarkan Peta Baru Malaysia 1979."