Duta Besar Amerika Serikat untuk Indonesia Joseph R. Donovan bertemu dengan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir di Kantor PP Muhammadiyah pada Selasa (15/10).
Dalam tatap muka tersebut, Dubes Donovan mendorong Muhammadiyah untuk terus angkat suara dan menentang penindasan terhadap kaum minoritas Uighur di Xinjiang.
"AS telah menyatakan keprihatinan kami terkait penindasan bukan hanya terhadap etnis Uighur, tetapi juga sejumlah etnis minoritas lainnya di Xinjiang. Kami menentang penahanan paksa terhadap kurang lebih satu juta kaum minoritas di provinsi itu," tutur Donovan kepada wartawan usai bertemu dengan Haedar.
Dia menyatakan bahwa Washington tidak memiliki rencana untuk bekerja sama dengan Muhammadiyah untuk mengatasi persoalan di Xinjiang.
"Tidak berbicara tentang kerja sama, saya hanya mendorong Muhammadiyah untuk terus bersuara," tambah dia.
Dubes Donovan menyatakan bahwa dalam tiga pekan terakhir, ada setidaknya lima organisasi HAM internasional, termasuk Amnesty International dan Human Rights Watch, menulis surat kepada Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres. Mereka menyatakan bahwa penindasan kaum minoritas di Xinjiang merupakan salah satu pelanggaran HAM terbesar di zaman modern.
Dalam kesempatan yang sama, Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti menjelaskan bahwa terkait isu Xinjiang, pihaknya menyampaikan pandangan atas dugaan pelanggaran HAM yang terjadi.
"Kami berpendapat bahwa siapa pun dan di mana pun itu, pelanggaran HAM merupakan hal yang tidak dapat dibenarkan. Oleh karena itu, dugaan pelanggaran HAM itu harus dilihat secara saksama," jelas Abdul.
Dia menyebut, perlu ada pembuktian secara adil mengenai dugaan pelanggaran HAM di Xinjiang dan harus didasarkan pada fakta-fakta yang kuat.
"Jangan sampai persoalan HAM ini dijadikan komoditas politik oleh negara tertentu terhadap negara lainnya," tambah dia.
Selain isu kemanusiaan di Xinjiang, Dubes Donovan dan Haedar juga mendiskusikan situasi warga Rohingya di Myanmar.
Abdul menuturkan, Dubes AS menyampaikan apresiasi terhadap peran kemanusiaan Muhammadiyah yang tergabung dalam Aliansi Kemanusiaan Indonesia untuk Myanmar (AKIM).
Lebih lanjut, Donovan mengapresiasi langkah politik pemerintah Indonesia melalui ASEAN yang telah melakukan berbagai pendekatan dan mencoba mencari solusi damai bagi persoalan Rohingya.
Muhammadiyah, tegas Abdul, berharap bahwa PBB dan AS dapat berperan lebih besar untuk mendorong agar pemerintah Myanmar mengambil langkah-langkah politik yang tepat.
"Persoalan kemanusiaan di wilayah itu tidak sederhana, karena itu sudah berlangsung selama bertahun-tahun dan perlu keterlibatan masyarakat internasional, termasuk peran serta AS," tutur dia.